Mengikuti Yesus

Senin, 27 Juni 2022 – Hari Biasa Pekan XIII

101

Matius 8:18-22

Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

***

Manusia cenderung mengikuti orang-orang yang mempunyai harta dan kuasa. Dalam dunia politik misalnya, kandidat yang kuat secara finansial dan pengaruh memiliki lebih banyak pemilih dibandingkan kandidat lain yang tidak mempunyai banyak uang. Para pengikut mendukung calon tertentu karena darinya mereka mengharapkan sesuatu yang dapat memberikan rasa aman. Banyak orang meletakkan rasa aman pada materi yang tidak abadi, bukan pada hal rohani yang bertahan lama.

Yesus mengatakan kepada ahli Taurat yang mau mengikuti Dia bahwa menjadi pengikut-Nya membutuhkan kesiapan dan kesediaan untuk hidup dalam ketidaknyamanan. “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Ketika seseorang mengikuti Yesus, hendaknya itu bukan untuk mengejar status yang memberikan kepastian dan kenyamanan bagi dirinya sendiri. Seorang pengikut harus rela tinggal dalam ketidakpastian meskipun sudah melayani dengan susah payah. Mengikuti Yesus berarti siap untuk diutus ke mana saja, alih-alih ke tempat yang nyaman, yang menguntungkan, atau yang sesuai dengan keinginan sang murid. Menjadi pengikut Yesus menuntut totalitas. 

Sementara itu, kepada orang lain yang juga mau menjadi pengikut-Nya, Yesus menantang orang tersebut untuk tidak menguburkan ayahnya. Menjadi murid menuntut komitmen yang sungguh dan tidak setengah-setengah. Yesus tentunya tidak meminta kita menjadi anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Ia semata-mata hendak menunjukkan bahwa tugas sebagai murid membutuhkan pengorbanan, di mana terkadang pengorbanan itu sangat besar yang digambarkan di sini berkenaan dengan kewajiban sang anak ketika orang tuanya meninggal. Menjadi murid Yesus berarti menjadi pelayan semua orang demi membangun Kerajaan Allah.

Kalau seseorang meletakkan tujuan hidupnya pada hal-hal yang abadi atau tahan lama, mengikuti Yesus akan terasa menyenangkan. Namun, kalau yang dikejar adalah kenyamanan materi dan kesuksesan duniawi, menjadi murid Yesus tidak akan menarik baginya. Materi penting bagi kehidupan, tetapi bukan segalanya. Menjalin persahabatan sejati, menjadi berguna bagi dunia, dan membawa kehidupan serta semangat bagi sesama, itulah yang akan menghasilkan kebahagiaan yang lebih berbobot dan tahan lama. Seorang murid Yesus harus mengejar dan mengupayakan hal tersebut.