Arti Sebuah Kepercayaan

Rabu, 4 Mei 2022 – Hari Biasa Pekan III Paskah

135

Yohanes 6:35-40

Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”

***

Menjadi percaya adalah sebuah proses yang panjang, sebab dengannya kita memberikan seluruh diri kita dan bergantung pada pihak yang kita percaya. Saya dipercaya oleh provinsial SJ untuk berkarya di Ketapang dengan misi mengembangkan pusat pastoral di tempat ini. Ini merupakan pemberian diri provinsial kepada saya supaya saya bisa menjadi perpanjangan tangannya. Contoh lain adalah pasangan suami istri yang mengucapkan janji nikah di depan altar. Mereka berdua satu sama lain saling memberikan kepercayaan. Di balik itu tersingkap ungkapan pemberian diri yang total.

Hari ini, Yesus mengungkapkan hal yang senada. Maukah kita percaya akan Dia? Jika kita percaya kepada-Nya, kita pasti akan berani mempertaruhkan diri kita untuk bergantung kepada-Nya dengan segala risikonya. Inilah ungkapan devosi kita yang mendalam, di mana kita menyerahkan hidup kita pada pribadi yang kita percaya. Para murid dipercaya oleh Yesus dan mereka pun belajar untuk percaya kepada-Nya. Percaya adalah tindakan relasional antara dua pribadi: Saya berserah kepadamu dan kamu berserah kepada saya.

Mari kita bertanya pada diri kita masing-masing: Sungguhkah kita percaya akan iman kita? Sudahkah kita sungguh memasrahkan diri kita kepada-Nya? Bagaimana saya memaknai arti kepercayaan itu?