Markus 1:40-45
Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat menahirkan aku.” Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras: “Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.
***
Ada hal reflektif dalam kisah penyembuhan terhadap orang kusta ini. Dikisahkan bahwa Yesus pertama-tama tergerak hati-Nya oleh belas kasihan. Ia lalu mengulurkan tangan, menjamah, dan berbicara. Di tengah pemahaman umum bahwa orang kusta yang dilarang berinteraksi dengan siapa pun, Yesus justru mengadakan pendekatan. Tidak hanya melalui kata, Yesus pun melakukan sentuhan. Semua itu karena hati Yesus dipenuhi oleh belas kasihan.
Dalam kunjungannya ke Indonesia bulan September 2024 lalu, Bapa Suci Paus Fransiskus mengajak kita untuk memaknai belarasa. Uluran tangan yang kita lakukan terhadap sesama yang membutuhkan harus sampai pada bentuk sentuhan. Artinya, tidak sekadar rajin memberi bantuan, kita pun harus berani bersentuhan dengan sesama yang menderita. Bersentuhan dan berkomunikasi dengan sesama yang menderita adalah keteladanan yang Yesus ajarkan. Dengan mengadakan komunikasi, kita akan turut merasakan penderitaan sesama, yang akhirnya akan memurnikan perbuatan baik yang kita lakukan.
Hambatan terbesar dalam belarasa adalah kecenderungan mencintai diri sendiri terlalu berlebih. Ada yang mau membantu dengan berdonasi, tetapi tidak mau menjumpai orang yang dibantu karena merasa tidak sederajat. Ada yang mau mendoakan, tetapi tidak mau turut mendengarkan keluhan orang yang didoakan. Ada pula yang rajin membantu sesama, tetapi ternyata tujuannya demi konten yang viral dan mendapat apresiasi publik.
Belarasa mengajarkan kita untuk pertama-tama menggerakkan hati dalam kasih, lalu memperjuangkan kehendak hati itu dalam tindakan. Dengan berbelarasa, kita menghargai martabat sesama dan menjunjung solidaritas sebagai murid-murid Tuhan. Hati yang tulus akan membuat kita terlatih untuk melihat sesama yang sedang menderita. Membuka mata, telinga, dan hati, lalu menjalin interaksi dengan sesama yang menderita adalah tanda kedalaman iman kita. Melalui iman, kita semua diutus menjadi saksi kasih Allah dan membebaskan sesama dari segala penderitaan hidup. Cintailah sesama dengan sungguh-sungguh, maka Tuhan pun akan mencintai kita melalui berkat dan penyertaan-Nya.