Markus 1:21b-28
Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat. Pada waktu itu di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: “Diam, keluarlah darinya!” Roh jahat itu menggoncang-goncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring ia keluar darinya. Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: “Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahat pun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya.” Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea.
***
Hanya dengan kata-kata, Yesus mengusir roh jahat yang merasuki seseorang. Dia bersabda, dan roh jahat itu pun pergi. Inilah yang membuat orang-orang takjub, sebab perkataan Yesus membawa berkat. Juga ketika Yesus mengajar, kata-kata-Nya lebih berwibawa dibandingkan para ahli Taurat. Kuasa Yesus tercurah melalui apa yang dikatakan-Nya. Yesus dengan ini mengajak kita agar menggunakan anugerah berkata-kata sebagai sarana mewartakan kasih Allah. Selagi masih bisa berbicara, hendaknya kita menebarkan buah-buah Roh dan aneka berkat yang mendamaikan hati melalui perkataan yang kita sampaikan.
Sebagai seorang imam, saya sering berefleksi apakah saya sudah menggunakan kesempatan berbicara kepada orang lain dengan benar? Apakah ada banyak orang yang semakin mengenal Allah dan kasih-Nya melalui homili atau khotbah yang saya buat? Ataukah justru karena kata-kata saya, warta tentang kebaikan Allah menjadi kabur akibat kesombongan, egoisme, dan keinginan mencari pujian?
Bacaan Injil hari ini mengajak kita berefleksi bahwa kesempatan berbicara yang Allah anugerahkan mesti kita jadikan sarana untuk berbagi berkat dengan orang lain. Artinya, prioritas kita adalah memberkati sesama, alih-alih kepentingan dan keuntungan sendiri. Kita mesti menyadari kualitas kata-kata yang kita ucapkan.
Pewartaan melalui perkataan tidak hanya terjadi dalam bentuk pengajaran, tetapi juga dalam perjumpaan-perjumpaan informal yang kita alami, misalnya dalam rupa sapaan, ucapan selamat, atau pemberian motivasi. Kita semua mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan orang lain. Jangan sampai kata-kata kita justru mengutuk, mengancam, dan menghadirkan ketakutan, sehingga orang lain tidak mengalami berlimpahnya berkat Tuhan. Kita perlu senantiasa memperkuat iman dan bersedia dikuasai Roh Allah, agar kata-kata yang kita ucapkan bisa mendamaikan hati dan memberkati hidup orang lain.