Kebesaran dan Kerendahan Hati Yohanes Pembaptis

Sabtu, 11 Januari 2025 – Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan

57

Yohanes 3:22-30

Sesudah itu Yesus pergi dengan murid-murid-Nya ke tanah Yudea dan Ia diam di sana bersama-sama mereka dan membaptis. Akan tetapi Yohanes pun membaptis juga di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air, dan orang-orang datang ke situ untuk dibaptis, sebab pada waktu itu Yohanes belum dimasukkan ke dalam penjara.

Maka timbullah perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian. Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: “Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.” Jawab Yohanes: “Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga. Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”

***

Inilah kesaksian terakhir Yohanes Pembaptis akan Yesus Kristus. Kesaksian ini disampaikannya dalam konteks kecemasan para muridnya, sebab Yesus melakukan pelayanan yang sama dengan dirinya, yakni melakukan pembaptisan (di bagian selanjutnya disampaikan penjelasan bahwa yang membaptis sebenarnya bukan Yesus, melainkan murid-murid-Nya, lih. Yoh. 4:2). Murid-murid Yohanes menganggap Yesus menyaingi guru mereka. Ada kekhawatiran bahwa orang-orang akan meninggalkan Yohanes dan memilih untuk mengikuti Yesus. Kekhawatiran itu sangat beralasan, sebab tanda-tanda ke arah itu sudah ada. Yesus semakin bersinar dan menarik perhatian, sehingga “semua orang pergi kepada-Nya”.

Tanggapan Yohanes dapat kita bagi menjadi empat bagian. Pada pokoknya, berbeda dengan sikap murid-muridnya, Yohanes yang mendengar hal itu tidak menjadi gusar, marah, atau merasa tersaingi. Pertama, segala sesuatu terjadi seturut penyelenggaraan ilahi. Pelayanan Yohanes mempersiapkan umat untuk menyambut kehadiran Tuhan adalah atas kehendak-Nya, begitu pula pelayanan yang dilakukan Yesus. Tidak ada persaingan atau perebutan pengaruh di sini, sebab semua berjalan sesuai dengan rencana-Nya.  

Kedua, Yohanes menegaskan kembali bahwa diri-Nya bukan Mesias. Dia adalah pendahulu-Nya. Sebagai pendahulu, adalah tugas Yohanes untuk mempersiapkan umat agar membuka hati mereka bagi sang Mesias. Dalam rangka itu, Yohanes bersaksi bagi-Nya. Relasi Yohanes dengan Mesias, yang di sini disebut sebagai “mempelai laki-laki”, sangat erat. Dia melihat dirinya sebagai sahabat sang mempelai.

Ketiga, Mesias digambarkan sebagai mempelai laki-laki, sementara umat Allah digambarkan sebagai mempelai perempuan. Ketika mempelai laki-laki datang, sudah sewajarnya bahwa mempelai perempuan datang kepadanya, bukan kepada Yohanes. Bahwa orang-orang kemudian datang kepada Yesus justru menunjukkan keberhasilan Yohanes dalam menjalankan tugasnya. Yohanes sangat bersukacita karenanya, alih-alih merasa cemburu.

Keempat, memahami posisinya sebagai pendahulu, Yohanes menyatakan bahwa Mesias harus makin besar, tetapi dirinya harus makin kecil. Orang-orang berpaling darinya dan pergi kepada Yesus? Itu tidak masalah dan memang sudah seharusnya. Tugas pengutusan dari Allah sudah dilaksanakan oleh Yohanes dengan sebaik-baiknya. Tongkat estafet pewartaan Kerajaan Allah siap diserahkannya kepada Yesus.  

Mewartakan kabar baik dan melakukan pelayanan adalah tugas mulia. Sebagai murid-murid Kristus, kita semua dipanggil untuk itu. Namun, hal yang mulia ini tidak lepas dari masalah, dan yang menjadi sumber masalah sering kali adalah para pewarta dan para pelayan itu sendiri. Alih-alih bekerja sama dan saling mendukung, kita sering kali ribut dan berkonflik, di mana masing-masing mengedepankan pendapat dan kemauan sendiri. Ada juga yang sampai mengalahkan Kerajaan Allah demi kepentingan sendiri. Pewartaan dilakukan untuk membesarkan namanya sendiri, bukan nama Tuhan maupun nilai-nilai Injil.

Mari kita belajar pada Yohanes Pembaptis, sosok yang sungguh memiliki kebesaran dan kerendahan hati. Kehadiran Mesias disambutnya dengan sukacita, tanpa kecemasan bahwa dirinya akan kehilangan pamor, pengaruh, dan kedudukan. Apa pun karya, pewartaan, pelayanan, dan tindakan yang kita lakukan dalam kehidupan ini, mari kita memegang teguh prinsip ad maiorem Dei gloriam. Apa pun yang kita lakukan, kita lakukan itu untuk kemuliaan Allah yang lebih besar.