Tidak Cukup Berseru kepada Tuhan

Kamis, 5 Desember 2024 – Hari Biasa Pekan I Adven

38

Matius 7:21, 24-27

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.”

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”

***

Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Spe Salvi atau Harapan yang Menyelamatkan mengatakan, “Berdoa yang benar adalah suatu proses pemurnian batin yang membuat kita terbuka pada Allah dan siap sedia melayani sesama” (SS 33-34). Arti dari doa tidak hanya berbicara atau berseru kepada Allah, tetapi juga siap sedia melakukan kehendak Allah dengan melayani sesama. Berdoa dan melakukan kehendak Allah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Bacaan Injil hari ini menarik perhatian kita pada dua hal. Pertama,Tuhan Yesus mengajar para murid dan kita sekalian supaya tidak hanya berseru atau berdoa kepada Allah, tetapi lebih dari itu melakukan kehendak-Nya. Berseru atau berdoa kepada Allah itu penting. Kita perlu melakukannya setiap hari. Namun, jangan lupa melakukan kehendak-Nya setiap hari juga, sebab itulah yang membuka jalan bagi kita untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya.

Kedua, Yesus mengajar para murid dan kita sekalian supaya tidak hanya mendengarkan sabda Allah, tetapi melaksanakannya juga. Orang yang mendengarkan sabda Allah dan melakukannya digambarkan seperti orang bijaksana yang mendirikan rumah di atas batu. Sekalipun menghadapi tantangan dan kesukaran, hidupnya tidak akan goyah, sebab ia berdiri di atas dasar iman yang kokoh. Siapakah orang bijaksana itu? Orang bijaksana dalam konteks ini adalah orang yang berpengertian (Ams. 16:21), berpengetahuan (Ams. 13:16), orang yang menghindari malapetaka (Ams. 22:3), serta yang mengetahui jalan-jalan Tuhan dan mengikutinya (Hos. 14:10). 

Sebaliknya, orang yang mendengarkan sabda Yesus, tetapi tidak melaksanakannya, sama seperti orang bodoh yang mendirikan rumah di atas pasir. Bila menghadapi tantangan dan kesukaran, hidupnya goyah, sebab ia berdiri di atas dasar yang rapuh. Orang bodoh dalam konteks ini bukan orang yang tidak mampu secara intelektual, melainkan orang yang tidak bijak, yang tidak mau menempuh jalan-jalan Tuhan.

Mendengar sabda Allah itu penting, namun menghayati dan mengamalkan pesan-pesan sabda Allah jauh lebih penting. Mari kita belajar menjadi orang bijaksana yang tidak hanya berdoa, merayakan Ekaristi, dan mendengarkan sabda Tuhan, tetapi yang juga mewujudkannya dalam hidup dan karya setiap hari. Paus Benediktus XVI mengajak kita supaya berpegang teguh pada iman yang bersumber dari sabda Allah, serta menjadikan sabda Allah, doa, dan Ekaristi sebagai terang dan inspirasi dalam ziarah hidup. “Percayalah kepada Tuhan selama-lamanya, sebab Tuhan Allah adalah gunung batu yang kekal” (Yes. 26:4).