Berkorban dengan Gembira

Senin, 7 Oktober 2024 – Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Ratu Rosario

89

Lukas 10:25-37

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

***

Alkisah, di sebuah desa kecil, hiduplah seorang petani bernama Pak Rahmat. Ia dikenal sebagai orang yang baik hati dan selalu siap menolong siapa pun yang membutuhkan. Pak Rahmat hidup dalam kesederhanaan, tetapi selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya. Ia rela membagi rezeki kepada orang lain dengan penuh sukacita. Pada suatu waktu, musim kemarau yang panjang melanda, sehingga banyak tanaman yang gagal panen dan banyak keluarga kesulitan mendapatkan makanan. Ketika itu, Pak Rahmat memiliki beberapa karung beras yang ia simpan untuk keluarganya.

Suatu sore, tetangganya yang bernama Bu Siti datang ke rumahnya dengan wajah sedih. Bu Siti menceritakan bahwa keluarganya sudah kehabisan makanan, sehingga anak-anaknya mulai kelaparan. Tanpa ragu, Pak Rahmat mengajak Bu Siti masuk ke dalam rumah, lalu mengambil sejumlah karung beras yang dimilikinya dan memberikannya kepada Bu Siti. “Ini untuk keluargamu,” katanya sambil tersenyum. Bu Siti terkejut dan terharu, “Tapi Pak, ini terlalu banyak. Bagaimana dengan keluargamu?” Pak Rahmat hanya tertawa kecil dan menjawab, “Jangan khawatir. Tuhan selalu memberi lebih dari cukup. Yang penting sekarang, anak-anakmu bisa makan dan kalian tidak kelaparan.” Bu Siti menangis haru dan menerima pemberian itu. Meskipun Pak Rahmat kini hanya memiliki sedikit bahan makanan yang tersisa, ia tidak merasa cemas. Setiap kali ia memberikan sesuatu kepada orang lain, hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Ia percaya bahwa Tuhan selalu memberkati setiap orang yang mau berkorban dengan gembira untuk sesama.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, bacaan Injil yang kita renungkan hari ini mengetengahkan pengorbanan seorang Samaria yang amat murah hati. Yesus mengisahkan hal itu untuk menjawab pertanyaan tentang siapakah yang dimaksud dengan sesama manusia. Sesama bukan berarti orang yang bersama-sama dalam suatu kelompok, bukan pula orang yang sama dalam hal hobi, pemikiran, atau cita-cita, melainkan orang yang berada untuk orang lain dalam penderitaan dan kesulitannya. Sesama adalah orang yang rela berkorban dengan gembira untuk orang lain.

Mari kita renungkan: Jika sesama adalah orang yang rela berkorban dengan gembira untuk kita, apakah kita rela menjadi sesama bagi orang-orang lain dan rela berkorban dengan gembira untuk mereka?