Amsal 3:27-34
Janganlah menahan kebaikan dari orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi, sedangkan yang diminta ada padamu. Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesamamu, sedangkan tanpa curiga ia tinggal bersama-sama dengan engkau. Janganlah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang, jikalau ia tidak berbuat jahat kepadamu. Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satu pun dari jalannya, karena orang yang sesat adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat. Kutuk TUHAN ada di dalam rumah orang fasik, tetapi tempat kediaman orang benar diberkati-Nya. Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya.
***
Bersikap baik adalah salah satu prinsip moral dasar. Itu bukanlah penemuan filsafat modern. Penulis Kitab Amsal juga sudah menegaskan prinsip yang mirip, “Janganlah menahan kebaikan dari orang-orang yang berhak menerimanya.” Teks aslinya bahkan mengatakan, “Janganlah menahan kebaikan dari para pemiliknya.” Kebaikan sering kali bukan sesuatu yang dapat kita klaim sebagai tindakan apalagi hadiah kita terhadap sesama, melainkan sesuatu yang memang merupakan hak atau milik sesama kita. Oleh karena itu, kebaikan, apa pun wujud konkretnya, harus segera kita berikan kepada sesama, tanpa ditunda-tunda.
Siapakah sesama yang dimaksud? Dalam konteks Kitab Amsal, mereka adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan dan kebaikan kita. Karena itu, kunjungan kita adalah hak orang sakit. Orang miskinlah pemilik bantuan dan sumbangan kita. Kita hanya mengembalikan apa yang menjadi hak mereka. Kita seharusnya selalu bertanya: Jangan-jangan kelimpahan harta kita adalah hasil perampasan milik sesama; jangan-jangan kesejahteraan kita adalah buah kerakusan dan ekploitasi terhadap sesama manusia, terhadap bumi dan ciptaan Tuhan lainnya.
Amsal juga menegaskan prinsip yang sama secara berbeda dalam seruan, “Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesamamu.” Sikap ini harus menjadi tuntunan umum, apalagi jika berkaitan dengan sesama yang tanpa curiga tinggal bersama kita. Kepercayaan sesama akan persahabatan yang kita tunjukkan jangan sampai dirusak oleh rencana jahat dalam bentuk apa pun. Relasi yang baik dengan sesama juga diwujudkan dengan terus menjaga suasana yang nyaman, khususnya dengan menghindari pertengkaran dan debat yang tidak berguna. Amsal juga meminta kita untuk tidak iri hati terhadap mereka yang berbuat lalim. Ini ajakan penting, sebab penjahat, koruptor, dan pelanggar hukum sering kali tampak lebih sejahtera dan bahagia.
Tuhanlah yang berhak menilai hidup manusia. Orang jujur menjadi sahabat-Nya, sedangkan orang jahat dijauhi-Nya. Rumah orang baik dan benar akan penuh berkat Allah, sedangkan kediaman orang jahat akan penuh kutukan, betapa pun indah dan megah tampak luarnya. Ini pesan abadi: Jangan pernah berhenti bersikap dan berbuat baik!