Sang Sabda Kehidupan Kekal

Minggu, 25 Agustus 2024 – Hari Minggu Biasa XXI

229

Yohanes 6:60-69

Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: “Adakah perkataan itu mengguncangkan imanmu? Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata: “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.

Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Jawab Simon Petrus kepada-Nya: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

***

Di dalam komunitas pelayanan, saya sering mendengar istilah “muntaber” alias mundur tanpa berita. Istilah ini menunjuk pada orang yang meninggalkan pelayanan tanpa memberitahukan alasannya, hingga kemudian keberadaannya tidak terdeteksi lagi. Pada umumnya, semua orang akan rajin dan bersemangat ketika baru mulai melakukan pelayanan. Lalu datanglah suatu hal yang membuat pelayanan itu menjadi tidak menggairahkan. Berhadapan dengan situasi itu, ada yang mundur, tetapi ada juga yang berusaha untuk tetap bertahan walaupun terkadang muncul rasa malas dan enggan.

Pelayanan yang mulia, yang dilakukan dengan sukarela dan sepenuh hati, sering kali dirusak oleh orang-orang tertentu yang merasa diri lebih berkuasa dan lebih mahir. Akibatnya, di antara para pelayan mulai muncul ketidakharmonisan dan perasaan-perasaan negatif seperti marah, kesal, dan kecewa. Orang tidak lagi bersukacita dalam melayani karena merasa bahwa sabda dan kehendak Tuhan tidak lagi hadir di situ, digantikan oleh perkataan dan keinginan orang-orang itu.

Situasi semacam itu sering kali memunculkan keraguan dalam diri kita, apakah kita akan terus melayani, ataukah sebaiknya kita mundur saja. Jika itu terjadi, kita harus cepat-cepat memfokuskan diri kembali kepada sabda-Nya yang kekal tentang roti hidup. Yesus adalah roti hidup, roti abadi yang memberikan kepercayaan, kekuatan, dan sukacita bagi jiwa-jiwa yang masuk ke dalam rengkuhan-Nya. Ia akan senantiasa menyertai semua pelayanan yang didasari oleh iman akan penyelenggaraan-Nya dan yang bertujuan hanya untuk kemuliaan nama-Nya.

Keyakinan akan kasih karunia Tuhan merupakan modal awal suatu pelayanan yang murni dan tanda kesetiaan kita untuk senantiasa mengikuti-Nya. Mundur dan meninggalkan suatu pelayanan menjadi tanda bahwa kita tidak siap untuk melayani, tidak tahan uji, dan tidak mau belajar sabar, rendah hati, serta memaafkan. Ketika dalam suatu pelayanan ada hal-hal yang kurang menyenangkan, percayalah bahwa dengan itu, Tuhan menghendaki agar kita mempelajari sesuatu. Masalah-masalah yang ada justru akan membina, menumbuhkan, dan menguatkan iman kita.

Jadi, bila kita menemukan hal-hal yang kurang menyenangkan di dalam kegiatan pelayanan yang kita lakukan, ingatlah selalu bahwa kita melakukan itu semata-mata untuk Tuhan, bukan untuk orang-orang tertentu, bukan pula untuk diri kita sendiri. Tuhan berkuasa menyempurnakan semua yang kita lakukan di dalam suatu pelayanan, bila pelayanan itu sesuai dengan kehendak-Nya.