Matius 20:20-28
Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepada-Nya: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.” Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
***
Frasa “tetap ilmu padi” sempat viral, baik di media sosial maupun dalam percakapan masyarakat sehari-hari, khususnya di kalangan anak muda. Frasa ini merupakan ajakan untuk tetap rendah hati seperti padi yang makin berisi makin merunduk. Filosofi padi merupakan nilai yang dibutuhkan manusia untuk membangun hidup persaudaraan yang damai. Kesombongan adalah musuh perdamaian dan persatuan antarmanusia. Sangat baik kalau slogan “tetap ilmu padi” terwujud dalam kehidupan nyata, bukan hanya sekadar tutur kata atau ramai di media sosial belaka.
Yesus sering kali meminta para murid-Nya untuk menjadi orang-orang yang rendah hati. Panggilan para murid adalah untuk melayani, bukan dilayani. Dalam konsep Yesus, orang besar adalah mereka yang menghidupi semangat kerendahan hati, mereka yang tidak mengejar popularitas diri atau status.
Dalam bacaan Injil hari ini digambarkan bagaimana ibu Yakobus dan Yohanes meminta kepada Yesus supaya anaknya yang telah menjadi murid kelak mendapat kedudukan dalam Kerajaan Allah. Baik sang ibu maupun Yakobus dan Yohanes sendiri memiliki pandangan yang keliru tentang kemesiasan Yesus. Mereka memandang Yesus sebagai Mesias politik yang akan menjadi raja atas bangsa Israel.
Yesus memperbaiki cara pandang yang keliru tersebut, yang ternyata juga dimiliki oleh murid-murid yang lain. Dalam Kerajaan Allah, orang yang besar adalah mereka yang rendah hati, yang siap sedia menjadi pelayan, yang bekerja bukan demi imbalan atau popularitas. Perihal siapa yang duduk di sebelah kiri atau kanan-Nya kelak, itu akan diberikan Bapa bagi orang-orang yang berkenan kepada-Nya, yaitu mereka yang memiliki sikap tulus dan rendah hati. Mereka yang mau menjadi pelayan bagi sesama, yang selalu mengusahakan yang terbaik bagi sesama, merekalah orang-orang yang memiliki tempat dalam Kerajaan Surga.
Yesus menyadari bahwa jika para murid mengejar kedudukan atau status, mereka akan tercerai-berai karena ambisi untuk menjadi yang utama dari yang lain. Nafsu kuasa akan membawa mereka pada perpecahan. Perekat persatuan para pengikut Yesus adalah kerendahan hati dan semangat melayani, alih-alih ambisi menjadi tuan bagi yang lain.
Kerendahan hati adalah ibu dari segala kebajikan. Orang yang rendah hati mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan dengan semua orang. Jika dunia dipenuhi oleh orang-orang yang rendah hati, pasti dunia ini akan damai. Jika para penganut agama bersemangat mengupayakan kerendahan hati dan tidak menghabiskan waktu untuk merendahkan agama lain, pasti dunia ini akan damai sejahtera. Mari kita berprinsip “tetap ilmu padi” apa pun jabatan kita di dunia ini, agar hidup kita dikuasai kedamaian, bukan perang; cinta kasih, bukan kebencian. Amin.