Gembala yang Siap Diganggu

Minggu, 21 Juli 2024 – Hari Minggu Biasa VI

47

Markus 6:30-34

Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat segeralah datang orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.

***

Umat sering mengatakan bahwa pastor punya “jam suci”, yaitu jam istirahat siang. Mereka takut mengganggu pastornya pada “jam suci” tersebut. Mungkin semua orang punya “jam suci” atau jam pribadi masing-masing, yaitu saat-saat di mana kita tidak mau diganggu orang lain. Saat liburan, kita tidak mau dipusingkan oleh urusan kantor. Saat istirahat malam, kita ingin tidur nyenyak tanpa gangguan apa pun dari orang lain, entah itu keluarga ataupun sahabat. Setiap orang punya saat di mana mereka tidak mau diganggu. Gangguan akan membuat mereka stres, marah, kecewa, bahkan bisa jadi membenci orang yang menganggunya.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini menunjukkan bahwa gembala yang sejati adalah gembala yang siap diganggu oleh domba-dombanya. Gembala yang sejati tidak akan membiarkan domba-dombanya berserakan atau tercerai-berai. Kerja seorang gembala adalah mempersatukan domba-dombanya. Gembala yang baik menjaga serta melindungi domba-dombanya, sehingga mereka merasa aman, tidak terancam bahaya, tidak takut, dan tidak hilang. Gembala yang sejati bertanggung jawab atas keselamatan domba-dombanya, dan tidak pernah membiarkan mereka telantar.

Injil menunjukkan bahwa karakter itu dimiliki oleh Yesus. Yesus adalah seorang gembala sejati. Ia tidak membiarkan domba-domba-Nya seakan tidak memiliki gembala. Meskipun membutuhkan waktu untuk beristirahat, Yesus mengabaikan kebutuhan pribadi-Nya akan “jam suci”. Dia melihat dan peduli dengan kerinduan domba-domba akan seorang gembala yang punya hati bagi mereka. Dia rela diganggu oleh domba-domba-Nya. Dia mengajar mereka kebenaran supaya merasa aman dan tidak tersesat. Yesus sebagai gembala yang baik hanya memikirkan keselamatan domba-domba-Nya, sehingga menunda kebutuhan akan kenyamanan diri-Nya.

Panggilan menjadi gembala yang baik bukan hanya panggilan seorang pastor. Sebagai pengikut Kristus, kita semua diminta untuk menjadi gembala yang baik bagi satu sama lain, agar saling menuntun kepada keselamatan. Gembala yang baik rela diganggu kapan saja oleh sesamanya yang membutuhkan uluran tangan. Gembala yang sejati tidak mencari keselamatan bagi diri sendiri, tetapi peduli dengan keamanan dan ketenangan sesama. Pengikut Kristus yang sejati harus menjadi gembala yang mudah tergerak hatinya untuk membantu sesama yang memerlukan bantuan. Para imam harus siap diganggu oleh umat kapan saja dan rela mengorbankan “jam suci”-nya untuk keselamatan jiwa-jiwa yang membutuhkan tuntunan. Di lain pihak, umat pun harus mau dan mampu menjadi gembala bagi yang lain yang membutuhkan dukungan dan perhatian. Jadilah gembala satu sama lain yang rela diganggu seperti Kristus.