Di Mana Roh Tuhan Ditemukan? Dalam Harapan

Sabtu, 20 Juli 2024 – Hari Biasa Pekan XV

67

Matius 12:14-21

Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia.

Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.”

***

“Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang.”

Harapan merupakan salah satu komponen hidup kristiani yang tidak mudah untuk kita pegang. Kalau melihat keadaan sekitar kita, ketika renungan ini dibuat, perang masih terjadi di Ukraina, Palestina, dan Myanmar, krisis kemanusiaan terjadi di beberapa negara Afrika, krisis lingkungan terus terjadi di banyak tempat, sementara kekerasan terhadap anak dan perempuan pun masih berlanjut. Masih banyak hal negatif lain yang bisa kita temukan, yang membuat kita sulit berharap akan datangnya masa depan yang lebih baik. Tidak heran, banyak orang menjadi apatis dan lebih suka memikirkan keselamatan dirinya sendiri. 

Namun, pokok hidup kristiani selalu membawa harapan. Peristiwa Paskah adalah saat ketika harapan sungguh hidup dan menjadi nyata dalam kebangkitan Kristus. Ajaran Gereja Katolik juga menunjukkan betapa harapan menjadi gerak Roh Tuhan: Saat kita menolak aborsi, eutanasia, dan hukuman mati, saat kita mengusahakan keadilan sosial, saat kita mengusahakan budaya perlindungan, juga saat kita menjaga alam dan berhenti mengikuti kerakusan pribadi kita. Itulah tanda-tanda manusia yang penuh harapan.

Harapan bukanlah sebuah perkara mudah. Harapan adalah komponen terkecil yang mudah kita abaikan dan kita lupakan. Namun, adalah harapan yang akan menjaga eksistensi kita sebagai manusia. Tanpa harapan, kita berhenti menjadi manusia. Semoga kita berani terus berharap dan mengusahakan yang terbaik dalam hidup kita.