Di Mana Roh Tuhan Ditemukan? Dalam Memberi Prioritas kepada Manusia

Jumat, 19 Juli 2024 – Hari Biasa Pekan XV

50

Matius 12:1-8

Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.” Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

***

“Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah.”

Sistem dan aturan dibuat agar hidup kita tertata dengan baik. Kita hidup dalam suatu sistem, sedangkan aturan menjadi sarana yang membantu kita menemukan dinamika perkembangan dalam hidup manusia. Aturan sebenarnya tidak berguna apabila tidak membantu manusia untuk berkembang.

Kalau ada seseorang yang melanggar aturan, misalnya mencuri, kita bisa bertanya, “Mengapa dia mencuri?” Selalu ada alasan seseorang melakukan sesuatu. Selalu ada konteks yang mendorong orang melakukan sesuatu. Memang benar dia melanggar aturan. Namun, pertanyaan tidak boleh berhenti pada aturan apa yang dilanggarnya. Kita perlu melihat dinamika yang terjadi pada manusia-manusia konkret, misalnya saja bahwa orang itu mencuri karena membutuhkan uang untuk anaknya yang sakit, atau kerena dia tidak memiliki pekerjaan yang memadai.

Roh Tuhan memberi prioritas pada manusia. Itu tentu tidak praktis dan menimbulkan kerepotan-kerepotan. Lebih mudah membuat kategori, bersalah atau tidak, kemudian dihukum, daripada menyadari konteks di mana individu hidup dan terlibat dalam kesemrawutan yang dialaminya. Namun, bagaimanapun Roh Tuhan akan tetap memilih hidup manusia yang penuh carut-marut itu.