Matius 10:7-15
“Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Surga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.
Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya daripada kota itu.”
***
Pesan-pesan bacaan Kitab Suci beberapa hari ini terus menggemakan belas kasihan Tuhan. Dalam nubuat Hosea dikatakan secara tegas bahwa Allah berbalik dan belas kasihan-Nya bangkit serentak (bacaan pertama hari ini, Hos. 11:1b, 3-4, 8c-9). Yesus pun terus mengajarkan belas kasihan pada kedua belas murid-Nya. Ia memiliki kepedulian yang besar pada kemanusiaan, terutama pada orang-orang yang menderita dan tidak berdaya. Mengenai pertolongan yang diberikan kepada orang-orang ini, Yesus mengingatkan dengan tegas, “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”
Apakah itu mudah untuk dilakukan? Tentu saja tidak! Di zaman yang selalu berhitung untung rugi dan sebagian besar manusia berfokus mengejar harta, prestasi, dan posisi ini, segala sesuatu ada harganya. Orang umumnya harus membayar untuk mendapatkan sesuatu, harus “memberi untuk memperoleh”. Ajaran Yesus memang bukan ajaran duniawi. Ajaran-Nya sering kali menabrak dan memorak-porandakan dinding-dinding logika kita. Yesus menuntut kita agar mampu melampaui akal pikiran kita sendiri. Jangan takluk terhadap dunia, jalanilah terus hidup dan tugas pengutusan dengan iman yang teguh.
Manusia menahan diri memberikan sesuatu dengan cuma-cuma, sebab khawatir jika terus memberi nantinya akan kekurangan. Belajar dari pengalaman, untuk bisa bertahan hidup, seseorang membutuhkan materi yang cukup dan harus menyimpan agar tidak berkekurangan di kemudian hari. Orang-orang yang pandai menyimpan biasanya mampu menjaga kesejahteraan hidup mereka dalam jangka waktu yang panjang. Dorongan untuk menyimpan ini bisa berasal dari sikap antisipasi positif untuk menghadapi situasi-situasi sulit yang tidak dapat diprediksi, namun bisa juga merupakan bentuk ketakutan akan situasi kekurangan. Yesus mengecam ketakutan ini. Ia mengingatkan para murid bahwa mereka tidak perlu membawa bekal ekstra, “sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya”.
Menjadi utusan Tuhan memang perlu mental baja untuk tidak takut kekurangan, tetapi juga hati yang besar untuk berbelaskasihan tanpa syarat. Kita diajak untuk bersedia memberi tanpa menuntut bayaran dan tanpa meminta balasan. Ikutilah teladan kasih yang telah Tuhan berikan di awal kehidupan kita. Tuhan mengembuskan napas-Nya dengan cuma-cuma, sehingga kita beroleh kesempatan untuk hidup. Kini kita diminta-Nya untuk menyentuh sesama dengan cuma-cuma pula, sehingga mereka beroleh kesempatan untuk keluar dari penderitaan mereka dan beroleh hidup yang baru. Mengasihi tanpa syarat hanya bisa dilakukan ketika kita mau menyingkirkan dan melupakan kepentingan diri kita sendiri. Itu berarti kita beriman besar pada Tuhan, percaya bahwa ketika kita tidak lagi memikirkan diri kita sendiri, Dialah yang akan menjaga dan memperhatikan hidup kita.
Kemampuan memberi dengan cuma-cuma ini juga termasuk sikap hati yang netral. Kita tidak terpengaruh dengan respons pihak penerima. Akan ada yang menolak dan tidak layak menerima pemberian kita. Kita tidak perlu berkecil hati atau merasa bahwa pemberian itu sia-sia. Yesus menegaskan bahwa apa yang kita berikan kepada orang lain akan kembali kepada diri kita jika memang orang tersebut tidak layak menerimanya.