Melakukan Kebaikan dengan Niat yang Murni

Rabu, 19 Juni 2024 – Hari Biasa Pekan XI

73

Matius 6:1-6, 16-18

“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di surga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

“Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

***

Bagi masyarakat Yahudi, ada tiga pilar keutamaan, yaitu amal, doa, dan puasa. Yesus tidak menentang itu semua. Namun, Ia mengajak para murid untuk menyadari bahwa manusia bisa jatuh ke dalam motivasi yang keliru sekalipun mereka melakukan hal-hal yang luhur. Tiga keutamaan ini, jika dilakukan hanya untuk kemuliaan diri pelakunya, tidak lagi menjadi keutamaan. Orang bisa saja bersedekah, bukan untuk menolong orang yang diberi sedekah, melainkan hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya murah hati dan dengan demikian bisa mendapatkan pujian dari orang lain. Orang bisa saja berdoa, bukan untuk membangun relasi dengan Tuhan, melainkan hanya untuk memamerkan kesalehannya kepada sesama. Orang bisa saja berpuasa, bukan untuk kebaikan jiwanya, melainkan hanya untuk menunjukkan betapa dirinya mempunyai karakter yang disiplin.

Di tengah dunia media sosial yang mengedepankan publikasi dan viralitas, kita berlomba untuk memamerkan kebaikan dan prestasi yang kita miliki. Dari situ kita mendapatkan kepuasaan berupa likes, seen, comments, mentions, dan lain-lain. Motivasi utama melakukan kebaikan bukanlah untuk kebaikan orang yang ditolong, melainkan untuk mendapatkan perhatian di media sosial. Dari situ bukan kepuasan batin yang kita dapatkan, melainkan kepuasaan sesaat tanpa penundaan atau yang biasa disebut instant gratification. Begitu kita tidak mendapatkan likes, hati kembali menjadi hampa.

Yesus mengingatkan kita bahwa jika kita melakukan kebaikan hanya untuk mendapatkan pujian, hanya itulah imbalan yang kita dapatkan, tidak lebih dari itu. Jika kita melakukan perbuatan baik dengan intensi murni untuk kebaikan orang lain, ada imbalan rohani yang bisa kita dapatkan dari Allah. Imbalan itu adalah kepuasan batin.

Bayangkanlah bahwa kita memilih untuk melakukan segala sesuatu yang benar. Kita mengikuti Yesus melakukan cinta kasih, melawan ketidakadilan, mengungkap kebenaran, bersikap jujur, serta setia terhadap komitmen. Hal-hal tersebut bisa membuat kita menjadi tidak populer, dan dalam lingkungan yang korup bisa membuat kita kehilangan jabatan dan pekerjaan. Namun, pilihan itu akan menuntun kita pada kepuasan batin, dan pada gilirannya akan menjadi bekal berharga dalam hidup. Ketika kita melewati situasi yang gelap dan sulit dalam hidup, kita selalu bisa mengunjungi kembali pengalaman itu dalam ingatan, dan sekali lagi menemukan kekuatan dan hiburan rohani untuk melanjutkan perjalanan hidup dengan hati yang damai. Itulah harta berharga yang Allah berikan kepada mereka yang melakukan kebaikan dengan niat yang murni.