Lex Talionis

Senin, 17 Juni 2024 – Hari Biasa Pekan XI

120

Matius 5:38-42

“Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam darimu.”

***

Yesus hari ini mengutip salah satu hukum tertua di dunia: Mata ganti mata, gigi ganti gigi. Hukum pembalasan ini dikenal sebagai lex talionis. Hukum ini muncul dalam Hukum Hammurabi di Babel pada tahun 2285-2242 SM. Lex talionis menjadi bagian dari aturan dalam dunia Perjanjian Lama. Orang biasanya menganggap hukum ini sebagai hukum yang sadis. Apakah memang demikian?

Lex talionis yang dikutip dalam kitab-kitab Perjanjian Lama justru adalah awal dari hukum yang berbelaskasihan. Tujuan dari lex talionis adalah untuk membatasi tindakan balas dendam. Di dalam masyarakat primitif yang hidup sebelum hukum ini berlaku, balas dendam biasanya dilakukan secara membabi buta. Jika ada satu anggota suku yang dilukai oleh anggota suku lain, semua anggota suku dari pihak yang terluka ini akan datang membalas dendam dan menyerang semua anggota suku dari pihak yang melukai. Aksi balas dendam ini tidak jarang menimbulkan kematian, termasuk bagi orang-orang yang tidak bersangkutan.

Dalam konteks masyarakat primitif seperti itu, lex talionis membantu untuk membatasi aksi balas dendam. Dengan mengikuti hukum itu, hanya orang yang melukai yang dihukum, dan hukumannya sesuai dengan luka yang diakibatkan. Selain itu, hukum ini tidak dimaksudkan dijadikan pembenaran bagi seorang individu untuk melakukan aksi balas dendam secara pribadi. Hukum ini dimaksudkan menjadi dasar bagi para hakim dalam mengambil keputusan.

Lex talionis tidak merepresentasikan etika atau pedoman moral seluruh Perjanjian Lama. Ada banyak aturan yang penuh belas kasihan tersebar di dalam Perjanjian Lama. Misalnya, “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im. 19:18); “Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau dia dahaga, berilah dia minum air” (Ams. 25:21); “Janganlah berkata: ‘sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia’” (Ams. 24:29); “Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan” (Rat. 3:30).

Dalam Perjanjian Baru, Yesus membawa tatanan moral manusia to the next level, yaitu dengan memutus lingkaran setan hukum balas dendam. Yesus mengajarkan cinta kasih kepada semua orang, bahkan kepada orang yang menyakiti atau melukai kita. Ini sebuah panggilan yang radikal dan tidak mudah. Namun, Yesus sudah menunjukkan teladan kepada kita melalui hidup, pelayanan, sengsara, hingga wafat-Nya di kayu salib.

Ada ungkapan: When life gives you lemons, make a lemonade. Lemon dalam ungkapan ini artinya sesuatu yang kecut atau tidak menyenangkan. Kita diajak untuk menghadapi kesulitan atau ketidaknyamanan di dalam hidup dengan sikap yang positif. Sikap yang positif artinya percaya bahwa di dalam setiap pengalaman yang menyakitkan ada makna yang ditunjukkan oleh Tuhan. Jika kita mendapat komentar buruk dari orang lain atau mengalami trauma akibat peristiwa tragis dalam hidup, ada saat di mana kita bersedih, kecewa, bahkan depresi. Yesus memberi teladan kepada kita bahwa kita mempunyai pilihan untuk mengolah trauma atau pengalaman yang menyakitkan menjadi motivasi untuk mengembangkan diri menjadi diri terbaik kita, yaitu sebagai pribadi yang dikasihi Allah. Hanya dengan kekuatan kasih yang berasal dari Allah kita akan mampu membebaskan diri kita dari jerat amarah, kebencian, keputusasaan, dan balas dendam.