Klerikalisme dan Cara Hidup Orang Yahudi

Kamis, 13 Juni 2024 – Peringatan Wajib Santo Antonius dari Padua

79

Matius 5:20-26

“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas.”

***

Pada kalimat pertama bacaan Injil hari ini, Yesus menempatkan standar dalam hal beriman. Kalau cara beriman orang Yahudi tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sejak awal kemunculan-Nya, Yesus tidak henti memberi kritik pada cara beragama atau cara beriman para tokoh agama. Menjadi pertanyaan, mengapa tokoh-tokoh agama justru gagal menjadi teladan dalam hal beriman bagi umat?

Mari kita menempatkan kritikan Yesus itu pada zaman kita saat ini. Apakah sepadan dan relevan untuk meletakkan kritikan tersebut kepada para tokoh agama kita? Sudah sejak lama, di dalam Gereja Katolik diidentifikasi fenomena yang disebut klerikalisme. John Mansford Prior SVD dalam satu terbitan majalah Hidup tahun 2014 mengidentifikasi “dosa klerikalisme”, yaitu “kultur relasi kekuasaan yang disokong rupa-rupa kebiasaan yang meluputkan oknum klerus dari proses hukum, artinya kultur klerus yang memakai struktur-struktur intern Gereja untuk menetapkan, lantas mempertahankan relasi kekuasaan, serta relasi yang berpola superior-inferior”.

Ketika seorang pemimpin agama memanfaatkan relasi superior-inferior dalam berinteraksi dengan umat dan masyarakat, ia jatuh pada situasi ini. Sejumlah imam lupa diri dengan menjadikan martabat tahbisan sebagai alat untuk menguasai, alih-alih menjadikan hidupnya sebagai sebuah pelayanan.

Yesus hari ini mengajak pemimpin agama untuk menjadikan diri mereka sebagai in persona Christi. Hendaknya mereka hidup dan melayani seperti diri-Nya, tidak malah menjadi beban untuk umat. Hal ini persis seperti yang dilakukan St. Antonius dari Padua yang kita peringati hari ini. Ia meninggalkan hidup bergelimang harta untuk hidup seperti Yesus. Seperti inilah seharusnya seorang tokoh agama, yakni bisa menjadi teladan iman bagi umatnya.