Bukan Garam yang Hambar

Kamis, 23 Mei 2024 – Hari Biasa Pekan VII

104

Markus 9:41-50

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.”

“Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut. Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung daripada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, daripada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu daripada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam.

Karena setiap orang akan digarami dengan api.

Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”

***

Pernahkah kita mendengarkan lagu dari Once yang berjudul “Garam Dunia”? Lagu ini memiliki lirik yang menarik untuk kita refleksikan yaitu: “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.”

Syair lagu tersebut sumbernya tentu saja adalah Injil, yakni Mat. 5:13-16. Senada dengan itu, bacaan Injil hari ini yang berasal dari Injil Markus menyinggung-nyinggung soal garam. Dikatakan, “Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”

Sebelumnya, Yesus mengatakan bahwa barangsiapa memberikan secangkir air kepada para murid karena mereka adalah pengikut-Nya, orang itu tidak akan kehilangan ganjarannya. Yang dikatakan Yesus tersebut memberikan kesadaran di dalam diri kita bahwa perihal menjadi garam itu dimulai dari melakukan hal yang kecil. Sejauh konkret dan nyata, apa pun tindakan kita pasti akan besar maknanya.

Mari bertanya pada diri kita masing-masing: Apakah kita sudah menjadi garam yang sesungguhnya dan bukan garam yang hambar?