Tiga Kriteria Gembala yang Baik

Minggu, 21 April 2024 – Hari Minggu Paskah IV

174

Yohanes 10:11-18

“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.”

***

Dia adalah guru yang baik; dia adalah murid yang baik; dia adalah bapak yang baik; dia adalah anak yang baik. Mungkin kita pernah mendengar kata-kata seperti itu, mungkin kita pernah menyebut orang lain dengan kata-kata itu, atau mungkin kita sendiri pernah mendapat gelar atau julukan tersebut. Ketika seseorang disebut sebagai guru, murid, bapak, atau anak yang baik, tentu ada alasan tertentu mengapa ia mendapat julukan tersebut. Misalnya orang disebut sebagai guru yang baik karena selalu datang ke sekolah tepat waktu, tidak pernah absen, selalu mempersiapkan materi pengajaran dengan baik, mengajar para murid dengan sabar serta perhatian, dan sebagainya.

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang menyebut diri-Nya sebagai gembala yang baik. Kepada orang-orang Farisi, Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik.” Gembala yang baik adalah gembala yang siap memberikan nyawanya bagi domba-dombanya, siap melindungi domba-dombanya dari serangan serigala yang jahat. Selain itu, seorang gembala yang baik harus mengenal dengan baik domba-dombanya: Siapa namanya, apa yang dibutuhkannya, berapa jumlahnya, dan lain sebagainya. Gembala yang baik juga mesti memperhatikan domba-domba lain yang bukan dari kandangnya.

Bagi Yesus, itulah tiga kriteria yang mesti dimiliki oleh seorang gembala yang baik. Kita teringat ketika Yesus hendak ditangkap untuk disalibkan, Ia melindungi para murid-Nya dengan mengatakan, “Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi” (Yoh. 18:8). Kita teringat juga ketika Zakheus ingin melihat Yesus, tetapi tidak bisa karena badannya yang pendek, ia lalu memanjat pohon ara. Ternyata Yesus mengenal Zakheus dan menyapanya, “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu” (Luk. 19:5). Demikian juga Yesus pernah mengabulkan permohonan dari seorang perempuan Siro-Fenisia yang anaknya kerasukan roh jahat dengan mengusir roh jahat tersebut keluar dari tubuh anak itu (Mrk. 7:24-30).

Kita bersyukur karena memiliki Tuhan Yesus sebagai gembala yang baik bagi kita. Ia sungguh sangat memperhatikan kita. Sebagai gembala yang baik, Yesus senantiasa melindungi kita dan menjamin hidup kita. Kebaikan sang Gembala Agung tidak perlu kita sangsikan lagi. Permasalahannya sering kali bukan dari Dia, melainkan dari kita, para domba gembalaan-Nya. Karena itu, marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing: Apakah kita telah menjadi domba yang baik, yang mau mendengarkan suara-Nya dan mau dituntun ke tempat yang ditunjukkan-Nya?