Markus 9:2-10
Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka tampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus: “Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.
Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati”.
***
Berhadapan dengan karya Allah, sering kali kita menjadi kagum dan terperangah. Dari situ, kita terdorong untuk mengakui bahwa Allah itu mahakuasa. Ditopang oleh kebahagiaan yang bergelora, pengakuan tersebut menjadi satu-satunya reaksi spontan yang mampu kita ungkapkan.
Sebagai contoh, sering kita melihat reaksi syukur penuh kebahagiaan dari orang yang menjuarai suatu kompetisi, yang berhasil menyelesaikan sidang skripsi, atau yang dinyatakan sembuh dari penyakitnya. Seketika ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah yang mahakuasa. Kebaikan yang diberikan Allah selalu menghadirkan kebahagiaan bagi orang yang menerimanya. Itulah yang dialami Petrus, Yakobus, dan Yohanes dalam bacaan Injil hari ini. Mereka berbahagia melihat karya Allah dalam diri Yesus, khususnya ketika Yesus berubah rupa, serta bertemu dengan Musa dan Elia.
Merenungkan kemahakuasaan Allah dalam setiap karya-Nya merupakan cara beriman yang benar. Kita diajak untuk meletakkan semua harapan kita hanya kepada Allah. Sehebat-hebatnya kita, Allah lebih berkuasa dari kita. Petrus, Yakobus, dan Yohanes adalah rasul yang dipilih Yesus untuk ikut serta naik ke atas gunung. Ketika mereka berhadapan dengan kemuliaan Allah, reaksi spontan mereka adalah terperangah. Mereka tidak bisa berkata-kata. Karena itu, kita perlu mengembangkan sikap rendah hati dan kesiapan untuk menerima karya Allah. Kesediaan diri dibentuk oleh Allah melalui kehendak-Nya menjadi cara pemuridan yang benar. Karya Allah akan hadir bagi kita yang memelihara harapan dalam iman.
Masa Prapaskah merupakan waktu yang tepat bagi kita untuk membentuk pribadi yang berpengharapan. Kita diundang untuk menyerahkan setiap perjuangan kita ke dalam kemahakuasaan Allah. Ketika usaha manusia bertemu dengan kehendak Allah, karya yang mahabesar pun akan terwujud. Sikap terperangah boleh saja, tetapi setelah itu, kita harus semakin mengakui kemahakuasaan-Nya, sebagaimana ketiga rasul di sini yang semakin percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Kemuliaan Yesus memperlihatkan kemuliaan Allah yang mahaagung, sehingga membuat mereka semakin bersemangat menjadi murid-Nya. Mereka bahagia menjalani tugas pengutusan mereka dan setia mengikuti Yesus.