Beriman dengan Tekun

Senin, 12 Februari 2024 – Hari Biasa Pekan VI

89

Markus 8:11-13

Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari-Nya suatu tanda dari surga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang.

***

There is nothing cannot be solved by perseverance. Semua masalah dapat diselesaikan dengan ketekunan. Orang yang tetap bertahan dalam kesulitan akan menggapai sukses yang besar. Thomas Alva Edison melakukan percobaan 1.000 kali untuk bisa menemukan bola lampu listrik. Dia kemudian menemukan suatu pelajaran berharga dalam hidup tentang ketekunan. Kutipan kata bijaknya yang terkenal terkait ketekunan adalah: “Banyak kegagalan dalam hidup terjadi karena orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan saat mereka menyerah.” Ketekunan merupakan kekuatan terbesar untuk menggapai buah kesuksesan.

Yakobus dalam suratnya (bacaan pertama hari ini, Yak. 1:1-11) menulis bahwa pencobaan dalam hidup harus dipandang secara positif sebagai kebahagiaan, sebab tantangan-tantangan dalam beriman akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan itu akan menghasilkan buah yang matang, yaitu membuat iman semakin kokoh dan semakin bertumbuh menuju kesempurnaan. Ketekunan dalam iman menumbuhkan kedewasaan iman, sehingga orang yang percaya tidak mudah goyah menghadapi pergumulan hidup.

Yesus mengkritik orang-orang Farisi yang meminta tanda dari surga, padahal apa yang dibuat-Nya dan diri-Nya sendiri adalah tanda utama dari surga bahwa Allah melawat dan menyelamatkan umat-Nya. Iman yang menuntut tanda adalah iman yang dangkal, sehingga Yesus tidak memenuhi keinginan mereka itu. Iman yang dikehendaki Yesus adalah yang tumbuh dari pengenalan dan kedekatan dengan-Nya.

Orientasi pada tanda atau mukjizat mengaburkan motivasi untuk beriman dengan benar. Orang yang menuntut tanda tidak pernah akan puas dan menjadi kurang peka dengan kehadiran Allah yang sering tampil dalam hal-hal biasa. Allah juga hadir dalam saat-saat yang tidak menyenangkan; Dia hadir untuk menguatkan. Kalau iman hanya didasarkan pada pengalaman mukjizat yang spektakuler, iman itu masih dangkal dan mudah goyah. Itulah sebabnya mengapa Yesus tidak memberi mereka tanda. Lagi pula, kaum Farisi meminta tanda untuk mencobai Yesus, menguji kehebatan-Nya, dan mencari kelemahan untuk menyerang-Nya. Tanda apa pun tidak akan membuat mereka percaya.

Tantangan-tantangan kehidupan dalam rupa penderitaan atau kesulitan membentuk iman kita menjadi matang. Ketika kita dihadapkan dengan kehidupan yang kurang menyenangkan, tetaplah teguh dalam iman. Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang selalu bertekun dalam iman kepada-Nya. Derita dan pergumulan hidup yang dijalani dengan tekun menjadikan iman kita menjadi semakin kuat dan tahan banting. Jangan pernah menyerah; jangan cepat putus asa. Percayalah Tuhan punya seribu cara untuk membawa kita keluar dari penderitaan menuju kebahagiaan asalkan kita tetap bertekun dalam iman. Ketekunan itu akan berbuah sukacita, kematangan pribadi, dan iman itu sendiri.