Keterbukaan dan Kerendahan Hati dalam Mencari Allah

Jumat, 3 November 2023 – Hari Biasa Pekan XXX

132

Lukas 14:1-6

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, kata-Nya: “Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka: “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya.

***

Yesus makan di rumah salah satu pemimpin kaum Farisi pada hari Sabat. Dalam acara itu, para hadirin ternyata mengamat-amati setiap tindakan-Nya. Mereka tampaknya ingin mencari-cari celah untuk menyalahkan Yesus. Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air dan berdiri di hadapan Yesus. Yesus yang tahu pikiran orang-orang di situ lalu menanyakan apakah menyembuhkan orang pada hari Sabat diperbolehkan atau tidak. Tidak ada yang memberikan jawaban kepada-Nya, sehingga Yesus lalu memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya.

Bacaan Injil hari ini pertama-tama mengajarkan kepada kita untuk bersikap terbuka. Yesus memberi teladan keterbukaan dengan mau makan di rumah orang Farisi, kelompok yang sering kali melawan Dia dan menentang ajaran-ajaran-Nya. Bagi-Nya, lawan adalah juga sesama yang perlu disapa dan didekati. Teladan Yesus ini mengingatkan kita: Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang tidak sejalan dengan kita? Jangan-jangan kita mudah terbawa arus kebencian mengikuti pandangan masyarakat terhadap orang-orang tertentu. Ini saatnya kita belajar dari Yesus. Hendaknya kita senantiasa berusaha terbuka dengan sesama, sebab bagaimanapun mereka adalah citra Allah sendiri.

Kedua, peristiwa penyembuhan orang yang sakit itu menggambarkan kebaikan hati Tuhan yang melampaui semua batasan. Kebaikan Tuhan nyata setiap saat, termasuk pada hari Sabat. Karena itu, marilah kita sebagai pengikut Kristus tetap setia menyatakan kebaikan Tuhan, entah waktunya baik atau tidak baik. Setiap waktu adalah kesempatan untuk mewartakan kebaikan-Nya. Kehadiran kita hendaknya menjadi tanda kehadiran Tuhan.

Ketiga, hendaknya kita menjadikan kasih sebagai prioritas hidup yang kita perjuangkan daripada menjunjung aturan-aturan yang tidak berpihak pada kasih itu sendiri. Hanya dengan hidup dalam kasih Tuhan, kita akan dikuatkan untuk berani melakukan kebaikan, meski dihadapkan dengan aturan-aturan formal. Bukan berarti aturan tidak penting, namun aturan harus didasari oleh kasih. Aturan seharusnya semakin mendekatkan kita pada Tuhan dan sesama, bukan sebaliknya.