Lukas 6:43-49
“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya — Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan –, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera roboh dan hebatlah kerusakannya.”
***
Dalam suatu peristiwa tabrakan antara motor dan mobil, ibu pengendara mobil berkata dengan nada sinis, “Saya orang Kristen, saya tidak akan lari.” Ungkapan ini keluar dari mulutnya setelah orang-orang yang menyaksikan kecelakaan itu meminta sang ibu menunjukkan empati terhadap korban yang sedang sekarat. Sebelumnya, ibu itu ngotot bahwa bukan dirinya yang salah, melainkan pengendara motor itulah yang salah. Matinya empati sang ibu menunjukkan bahwa dia sedang tidak menjadi orang Kristen. Sering kali kita berhenti menjadi Kristen karena terserang penyakit egosentrisme atau kecenderungan mementingkan diri sendiri.
Yesus dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan memberikan wejangan kepada murid-murid-Nya. Ia mengatakan bahwa perbuatan yang baik berasal dari hati yang baik. Keselarasan antara apa yang diimani oleh pikiran dan hati harus juga nyata dalam perbuatan kasih. Yesus mengkritik para pendengar yang menyatakan diri beriman kepada Allah tetapi tidak melaksanakan perintah-Nya. “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”
Yesus menunjukkan bahwa iman yang benar adalah penjumlahan antara apa yang dikatakan atau diimani dalam pikiran dan perbuatan-perbuatan kasih yang nyata. Iman yang kuat adalah keselarasan antara ungkapan iman dan perilaku iman. Orang harus melaksanakan atau menghidupi apa yang ia imani. Orang yang melaksanakan firman Tuhan yang ia imani disebut Yesus seperti orang yang membangun rumah di atas dasar yang kokoh. Iman yang demikian tidak mudah goyah oleh tantangan-tantangan duniawi. Iman itulah yang menaklukkan dunia.
Beriman berarti percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan melaksanakan perintah-Nya. Identitas sebagai orang Katolik tidak hanya ditunjukkan dalam ungkapan credo saja, tetapi juga harus terwujud dalam perbuatan-perbuatan kebenaran. Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani kuno mengatakan, “You are what you repeatedly do,” yang berarti, “Kamu adalah apa yang kamu lakukan berulang-ulang.” Orang mengenal iman kita dari perbuatan-perbuatan kasih yang kita tunjukkan berulang-ulang sehingga menjadi habitus dan keutamaan.
Habitus adalah kebiasaan yang kita jalankan setiap saat. Keutamaan adalah kebaikan yang kita buat entah dilihat atau tidak, entah diminta atau tidak oleh orang lain. Tunjukkanlah identitas kekatolikan kita bukan hanya dengan kata atau atribut lahiriah, melainkan juga lewat batin yang tulus yang terungkap dalam tindakan-tindakan kebaikan yang bertahan lama.