Menggarap Tanah Diri Kita Menjadi Tanah yang Subur

Jumat, 28 Juli 2023 – Hari Biasa Pekan XVI

90

Matius 13:18-23

“Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Surga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”

***

Yesus hari ini menyampaikan perumpamaan tentang penabur yang menaburkan benih di berbagai jenis tanah. Tanah yang baik adalah tanah yang subur, yang memampukan benih itu tumbuh dan berbuah. Tanah yang subur adalah tanah yang berhumus, tanah yang memiliki kandungan organik sebagai habitat mikroorganisme penyubur tanah, sehingga kaya akan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang terdapat dalam tanah juga menjadikan tanah memiliki kemampuan untuk menahan air lebih baik, sehingga mampu menjaga kandungan air yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman.

Humus dekat dengan kata humility. Humility sendiri berasal dari kata Latin humilis yang artinya “rendah hati”. Dengan begitu bisa kita katakan bahwa bagaikan tanah yang subur, kerendahan hati adalah tempat atau media bagi tumbuh suburnya keutamaan-keutamaaan. Kerendahan hati memampukan seseorang untuk menerima kelemahan atau kerapuhan dirinya dan orang lain. Kerendahan hati juga memampukan seseorang untuk mendengarkan dan menerima masukan orang lain. Kerendahan hati membuat orang tidak sombong, namun justru mengandalkan Tuhan, serta mensyukuri kebaikan dan kelebihan orang lain.

Melalui bacaan Injil hari ini, Yesus mengajak kita semua agar menjadi tanah yang subur, yang penuh dengan humus. Hendaknya kita memiliki hati yang humilis, sehingga menjadi pribadi yang rendah hati. Kerendahan hati akan memampukan kita untuk mendengarkan, belajar, dan terbuka pada kebaikan-kebaikan Tuhan lewat orang lain dan lewat peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita. Karena itu, jika hati kita keras berbatu, gemburkanlah agar menjadi lembut. Jika hati kita penuh dengan semak duri berupa kebencian, iri hati, dendam, dan amarah, bersihkanlah semak duri itu agar menjadi tempat yang bersih bagi tumbuh dan berkembangnya kebaikan.

Mari kita semua menggarap tanah hidup kita menjadi tanah yang subur, yakni tanah yang memungkinkan tumbuhnya benih-benih iman, kepercayaan, keyakinan, dan kasih akan Tuhan, tanah yang juga subur bagi benih-benih cinta dan kasih kepada sesama. “Sudahkah kita mengasihi hari ini?” Pertanyaan sederhana itu akan memampukan tanah hati kita semakin subur untuk Tuhan dan sesama!