Mengumpulkan Harta di Surga

Jumat 23 Juni 2023 – Hari Biasa Pekan XI

148

Matius 6:19-23

“Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.”

***

Yesus hari ini berbicara tentang kelekatan pada harta. “Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Artinya, dari tata kelola harta, hati seseorang dapat dinilai. Kalau yang ditumpuk adalah harta dunia, hati seseorang berarti melekat dengan keduniaan dan pandangan manusiawi saja. Sebaliknya, kalau orang menumpuk harta di surga, hatinya berarti terarah pada Allah dan kehendak-Nya. Karena perikop ini melanjutkan ajaran Yesus tentang doa, sedekah, dan puasa, Yesus mau menegaskan bahwa ketiga kesalehan itu bagaikan menumpuk harta di surga, sehingga harus dijalankan dengan kasih, tanpa pamrih, dan tidak untuk dipamerkan. Hanya Bapa kita di surga yang boleh tahu.

Di Mat. 19:21, harta di surga dikaitkan dengan panggilan menjadi murid Yesus, dan secara khusus dikaitkan dengan membantu orang miskin. “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Harta di surga akan diperoleh jika seorang murid Yesus mengabdikan hartanya untuk sesama, khususnya orang miskin. Tindakan ini dilihat sebagai penyempurnaan pelaksanaan hukum Taurat. Tata kelola dan prinsip penggunaan harta milik para pengikut Yesus harus berfokus pada kebaikan dan kesejahteraan bersama. Dari situ kelihatan di mana hati, yakni fokus dan orientasi hidup, seorang pengikut Yesus tertuju.

Yesus juga menekankan betapa rentan dan ringkihnya harta dunia ini, sebab dapat dimakan ngengat, berkarat, dan dicuri orang. Artinya, sehebat-hebatnya manusia menjaga dan memelihara hartanya, semuanya itu hanya sementara dan tidak akan bertahan. Karena itu, harta dunia ini tidak dapat dijadikan andalan dan jaminan. Hidup yang dijamin dan diamankan dengan harta adalah hidup yang semu saja.

Kaitan dengan metafora “mata yang baik” dan “mata yang jahat” menjadi  jelas. Mata bagaikan jendela manusia karena memancarkan apa yang ada di dalam dirinya, yakni suasana batin dan kesehatan fisik, juga menyerap terang dan pengaruh dari luar. Mata juga adalah pelita karena menuntun manusia di jalan-jalan gelap kehidupan. Dengan demikian, mata yang baik berkaitan dengan fokus dan perhatian para pengikut Yesus pada apa yang paling penting dalam hidup ini, yakni mengumpulkan harta di surga. Sebaliknya, mata yang jahat menunjuk pada manusia yang egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri, serta sibuk menumpuk harta dunia saja. Ia punya mata, tetapi hidup dalam kegelapan!