Persembahan Hidup

Sabtu, 10 Juni 2023 – Hari Biasa Pekan IX

108

Markus 12:38-44

Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: “Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”

Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”

***

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang melihat seorang janda yang memberikan uangnya yang sedikit sebagai persembahan. Kepada murid-murid-Nya, Yesus berkata bahwa janda itu memberikan lebih banyak daripada semua orang lain, sebab dia telah memberikan segala yang dimilikinya.

Perikop ini mengingatkan kita bahwa penghayatan akan kasih yang nyata jauh lebih bernilai daripada apa yang kelihatan oleh mata fisik kita. Janda miskin itu sungguh menyadari hidupnya sebagai persembahan bagi Allah. Diwujudkannya hal itu dengan memberikan seluruh miliknya tanpa ragu-ragu, meski dia tahu bahwa harta miliknya hanya sedikit. Apa yang dilakukan oleh si janda menyatakan imannya akan Allah. Ia memberi secara total karena sungguh percaya bahwa Allah adalah penyelenggara kehidupan. Janda itu sungguh menjadikan Allah sebagai andalan hidup.

Kontras dengan itu ada para pemimpin agama dan orang-orang kaya. Mereka lebih mengutamakan apa yang kelihatan, sehingga selalu berusaha tampil sebagai orang terhormat dan memberikan persembahan dalam jumlah yang banyak. Meskipun banyak, persembahan itu hanya sebagian kecil dari yang mereka miliki. Orang-orang itu hanya membutuhkan pengakuan dan pujian. Kekayaan dan kekuasaan yang mereka miliki sengaja dipertontonkan agar mereka diakui dan dipuji sebagai orang-orang saleh.

Mari kita merenungkan: Sudahkah kita menjadikan hidup kita sebagai persembahan yang harum mewangi bagi Tuhan? Kita diundang untuk menyadari bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan sendiri. Karena itu, hidup kita haruslah menjadi ucapan syukur yang terus-menerus kepada-Nya. Kita bersyukur dengan selalu berdoa, merenungkan sabda-Nya, dan mengikuti perayaan Ekaristi. Kita juga diundang untuk mempersembahkan hidup kita dengan aktif dalam pelayanan di Gereja dan di tengah-tengah masyarakat. Ini bukan untuk mendapat pujian dan penghargaan, melainkan merupakan tindakan yang sungguh lahir dari kerendahan hati untuk melayani Tuhan dalam diri sesama. Persembahan dalam tindakan kasih dan pelayanan terhadap sesama hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati dan tulus, sebab kita menyadari bahwa hal itu merupakan jalan bagi kita untuk memuliakan Tuhan yang senantiasa mengasihi kita.