Yohanes 10:11-18
“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.”
***
Bacaan Injil hari ini dengan sangat indah menggambarkan tugas Yesus sebagai gembala. Yesus diutus Bapa untuk menggembalakan domba-domba-Nya sendiri, sekaligus juga domba-domba lain yang bukan dari satu kandang yang sama. Hal ini hendak menegaskan bahwa kasih Tuhan itu universal. Tuhan tidak pernah memberi batasan pada tujuan kasih-Nya. Ia menginginkan setiap orang menerima keselamatan. Untuk itulah Yesus datang ke dunia, yakni demi kesatuan setiap individu dengan Allah Bapa.
Menarik kita renungkan tentang keinginan Tuhan untuk mempersatukan kita semua sebagai domba. Ini menegaskan bahwa hakikat hidup kita sebetulnya mengarah pada kesatuan, tidak hanya bersatu sebagai kelompok yang mempunyai kesamaan tertentu, tetapi juga bersatu dalam usaha untuk saling menghargai keragaman. Bersatu bukan berarti harus seragam. Bersatu adalah sebuah sikap yang dibangun atas dasar saling mengenal, saling memahami, dan saling melengkapi.
Upaya Yesus untuk menyatukan para murid-Nya juga berangkat dari pengalaman manusiawi. Keragaman para murid terlihat dari latar belakang mereka masing-masing dan perbedaan kualitas setiap pribadi: Ada yang berjiwa militan; ada yang dari kalangan orang berdosa; ada pula yang berasal dari golongan terpandang. Begitulah, berbagai kalangan masyarakat sebisa mungkin disatukan oleh Yesus sebagai bangunan awal Gereja-Nya. Dengan demikian, wajah kasih Allah dalam dunia semakin terwujud.
Salah satu fondasi untuk membangun kesatuan adalah kemauan untuk saling mengenal. Kendati para murid berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, Yesus rela berupaya mengenal mereka secara personal. Jalan hidup mereka yang lama dijadikan titik tolak menuju hidup yang baru. Dalam kehidupan bermasyarakat pun demikian juga. Kita wajib saling mengenal. Hal ini semakin menegaskan bahwa kita sebagai Gereja sangatlah terbuka pada kehadiran orang lain.
Semoga bacaan Injil hari ini sungguh memperbarui kita agar menjadi alat pemersatu di mana pun kita berada. Jika ada kesatuan, dengan sendirinya akan terbentuk suasana damai, adil, dan sejahtera. Tuhan memberkati.