Matius 6:1-6, 16-18
“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di surga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
“Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
***
Pernahkah kita, di saat mengendarai motor atau mobil, tersesat atau salah jalan? Saya yakin kita semua pernah mengalaminya. Saat menyadari bahwa tersesat, kita pasti akan memutar arah dan kembali ke arah tujuan kita. Ada tiga kondisi saat kita berkendara, yaitu asal perjalanan, saat perjalanan, dan tujuan perjalanan. Pada saat perjalanan itulah kita kadang tersesat dan akhirnya mencari jalan untuk sampai ke tujuan perjalanan kita.
Dalam hidup ini, kita juga memiliki asal dan tujuan di dalam melangkah. Asal kita adalah manusia yang diciptakan Tuhan dengan penuh kasih, dan tujuan kita adalah kembali bersatu dengan-Nya. Kita pun memiliki saat perjalanan untuk sampai ke tujuan itu, yang mana kerap kali kita salah langkah. Kita salah jalan, tetapi akhirnya sadar bahwa kita harus kembali menemukan jalan yang benar untuk sampai ke tujuan perjalanan hidup ini.
Rabu Abu adalah sebuah momentum bagi kita yang sedang di dalam perjalanan untuk memutar haluan kembali dari ketersesatan dan keterbatasan kita. Sepanjang Masa Prapaskah ini, kita mau kembali bergumul dan kembali ke jalan kita sesuai arah dan tujuan kita sebagai manusia, yaitu Allah semata.
Abu yang dibubuhkan di dahi dan kepala kita menjadi sarana bagi kita untuk mengingat kembali asal kita, yaitu ketidakberdayaan. Karena penuh keterbatasan dan kelemahan, kita juga mau menimba kembali kekuatan bersama Tuhan melalui pantang dan puasa.
Bagaimana kita bisa memutar haluan hidup kita? Pertama, bayangkanlah diri kita dan lihat kembali hal apa yang mau kita perbaiki selama Masa Prapaskah ini sebagai bentuk pujian dan rasa syukur kita atas berbagai anugerah Tuhan. Kedua, berdoa, beramal, berpantang, dan berpuasalah sebagai simbol bahwa kita mau kembali kepada rahmat Tuhan. Kita mau melawan segala kecenderungan negatif kita, mau dengan ikhlas mendengarkan arahan Tuhan.