Mendengar dan Menyerukan Suara Allah

Jumat, 10 Februari 2023 – Peringatan Wajib Santa Skolastika

85

Markus 7:31-37

Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik napas dan berkata kepadanya: “Efata!”, artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”

***

Tuli (tidak bisa mendengar) biasanya sepaket dengan bisu (tidak bisa berbicara), sebab orang belajar berbicara pertama-tama dengan terlebih dahulu mendengarkan. Apa yang didengar melalui telinga kemudian diucapkan kembali melalui mulut. Waktu saya belajar bahasa Thailand di Bangkok, tempat kursus di mana saya belajar mempunyai slogan: “Du di di; fang di di; phut di di,” yang artinya: “Lihat (gerakan bibir) baik-baik; dengar baik-baik; bicara (mengulangi apa yang kita lihat dan kita dengar) baik-baik.”

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang orang yang membawa seorang tuli dan gagap kepada Yesus dengan permohonan agar disembuhkan dari penyakitnya. Yesus kemudian memisahkan orang yang tuli dan gagap itu dari orang banyak dan menyembuhkannya. Cara Yesus menyembuhkan cukup unik, yaitu dengan memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, meludah, lalu meraba lidah orang itu. Ia kemudian menengadah ke langit, menarik napas, dan berkata, “Efata!” Seketika, orang yang tadinya tuli dan gagap itu pun menjadi sembuh. Tanpa rasa jijik, Yesus menyembuhkannya terdorong oleh belas kasihan.

Dalam bacaan pertama (Kej. 3:1-8), Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena tidak mau mendengarkan suara Allah. Mereka justru memilih untuk mendengarkan ular yang membujuk mereka untuk tidak menaati Allah. Ular berhasil menyesatkan mereka dengan pemahaman yang keliru tentang Allah.

Marilah kita memohon kepada Tuhan supaya boleh memiliki telinga yang mampu mendengar sabda-Nya dengan baik, dan lidah yang mampu mewartakan sabda-sabda itu dalam kehidupan kita sehari-hari.