Kebangkitan Badan, Kehidupan Kekal

Minggu, 6 November 2022 – Hari Minggu Biasa XXXII

382

Lukas 20:27-38

Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang istrinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan istrinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristrikan dia.” Jawab Yesus kepada mereka: “Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup.”

***

Bagian akhir dari kredo umat Kristen adalah “kebangkitan badan, kehidupan kekal”. Orang Kristen percaya bahwa hidup manusia tidak berakhir pada kematian. Setiap orang akan dibangkitkan dan akan mengalami hidup kekal sebagai anak-anak Allah.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita menyimak pertanyaan orang Saduki mengenai kebangkitan badan. Mereka mengajukan argumentasi dengan ilustrasi tentang seorang perempuan yang menikah dengan banyak laki-laki. Lantas, pada hari kebangkitan kelak, siapa yang akan menjadi suaminya?

Orang Saduki merupakan keturunan Zadok, seorang imam pada zaman Daud. Pada zaman Yesus, mereka adalah para imam yang dekat dengan imam besar. Mereka merupakan “kaum ningrat”, mencakup imam-imam Bait Allah maupun awam-awam yang kaya. Dengan berpegang teguh pada teks Taurat, orang Saduki tidak percaya pada kebangkitan. Mereka menolak penjelasan tambahan dari para ahli Taurat dan orang Farisi.

Terhadap pertanyaan mereka, Yesus menjawab dengan memberikan gambaran tentang dua dunia. Di dunia yang fana, orang memikirkan keberlangsungan keluarga dengan cara perkawinan guna memperoleh keturunan. Namun, dunia kebangkitan tidak memerlukan perkawinan dan keturunan. Yesus menjelaskan bahwa setelah kebangkitan, kita akan sama seperti malaikat-malaikat dan menjadi anak-anak Allah.

Orang Saduki hanya percaya pada kitab Musa, yakni kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Karena itu, Yesus membuat penjelasan dengan mengutip kitab Keluaran yang dipercaya juga oleh mereka. Dalam kitab tersebut dituliskan bahwa Tuhan adalah Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub (Kel. 3:6, 15). Yesus ingin menjelaskan bahwa bila Allah memperkenalkan diri dengan cara demikian, itu artinya nenek moyang mereka yang sudah meninggal itu pasti hidup di hadapan Allah yang melampaui kematian. Allah orang hidup tidak mungkin memperkenalkan diri sebagai Allah orang mati.

Jawaban Yesus itu menegaskan iman kita. Sebagai para imam, alih-alih mengarahkan umat kepada Allah, orang Saduli malah sibuk memikirkan hidup duniawi dan kelangsungan hidup keluarga mereka yang mapan. Berbeda dengan mereka, Gereja Katolik menetapkan bulan November sebagai bulan arwah. Melalui kesempatan ini, para gembala Gereja mengajak kita agar selalu menyadari dan mengingat akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal.