Matius 5:1-12a
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga.”
***
Ada tiga kata penting bagi Paus Fransiskus, yakni “berjalan”, “membangun”, dan “percaya”. Menurutnya, tiga kata tersebut tidak selalu mudah dilakukan. Dalam berjalan, membangun, dan percaya, acapkali terjadi guncangan. “Ada pelbagai gerakan yang menahan kita untuk maju. Petrus yang percaya penuh bahkan berkata kepada Yesus bahwa dia akan setia mengikuti-Nya, tetapi tidak ingin berbicara tentang salib,” ungkap Paus Fransiskus.
Dia melanjutkan, “Ketika kita berjalan tanpa salib dan ketika kita percaya kepada Kristus tanpa salib, kita bukanlah murid-murid Tuhan. Kita adalah orang-orang duniawi walaupun kita ini para uskup, imam, kardinal, dan paus. Tanpa salib, kita bukanlah murid Tuhan!” Paus Fransiskus mengingatkan, jika Gereja tidak mengakui Kristus dan salib-Nya, itu dapat menjadi hambatan bagi pewartaan kabar gembira.
Ia melanjutkan, “Saya berharap bahwa setiap orang memiliki keberanian yang sesungguhnya untuk berjalan dalam naungan Tuhan dan dengan salib Tuhan, keberanian untuk membangun Gereja dengan darah Tuhan yang ditumpahkan di kayu salib, dan keberanian untuk percaya akan satu-satunya kemuliaan, yaitu Kristus yang disalibkan. Dengan demikian, Gereja akan terus maju ke depan. Agar dapat melangkahkan kaki dengan pasti, Gereja tidak bisa melupakan salib dan harus siap untuk mengikuti Tuhannya, bahkan sampai menjadi martir.”