Lukas 2:33-35
Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan — dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri –, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”
***
Simeon adalah seorang yang benar dan saleh. “Benar” berarti ia mempunyai relasi yang baik dengan sesama. Ia jujur, tidak memanipulasi, dan tidak mencari keuntungan dalam relasinya dengan orang lain. “Saleh” berarti ia menaruh hormat dan takut akan Allah. Simeon dengan ini mempunyai relasi yang baik pula dengan Allah. Ia adalah orang beriman yang dengan tekun menantikan penghiburan bagi bangsa Israel.
Dengan demikian, Simeon adalah tokoh ideal yang melaksanakan perintah cinta kasih, yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Kebenaran dan kesalehan harus berjalan bersama dan saling mendukung. Kita tidak bisa hanya menjadi orang yang benar, tetapi tidak saleh. Begitu juga sebaliknya, kita tidak bisa menjadi orang yang saleh, tetapi tidak benar.
Simeon menubutkan bahwa suatu pedang akan menumbus jiwa Maria. Ia sudah mengantisipasi dukacita yang akan dialami oleh Maria. Jawaban “ya” atas panggilan Tuhan, membawa konsekuensi yang tidak selalu membahagiakan. Maria akan mengalami kebingungan atau bahkan kesedihan dalam kaitannya dengan diri Yesus. Kepedihan hati Maria akan semakin mendalam ketika nantinya ia melihat Putra kesayangannya mengalami penderitaan, dihina, dipukuli, disakiti, sampai akhirnya mati di kayu salib. Demikianlah Maria, setelah mengatakan “ya” pada panggilan Tuhan, harus bersiap menanggung segala duka dan derita. Secara tradisional dikenal tujuh dukacita Maria. Namun, dosa-dosa dan ketidaksetiaan kita kepada Tuhan bisa saja menambahi dukacita tersebut.
Simeon juga menubuatkan bahwa Yesus akan menjadi “suatu tanda yang menimbulkan perbantahan”. Nubuat ini sungguh terjadi. Alkitab menyodorkan banyak kisah yang menunjukkan bahwa Yesus menjadi bahan perbantahan, tidak saja di kalangan para lawan, tetapi juga di lingkungan keluarga-Nya sendiri. Perbantahan ini terus berlangsung bahkan sampai sekarang.
Berhadapan dengan perbantahan tentang Yesus, hanya ada dua sikap yang bisa dipilih. Pro dengan Yesus atau anti terhadap-Nya. Ia sendiri bersabda, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku” (Luk. 11:23). Jadi, pesan bagi kita: Kita tidak bisa tinggal di zona nyaman, tidak bisa memilih wilayah abu-abu. Sikap kita harus jelas: Bersama Yesus atau melawan Dia.