Godaan Kemunafikan

Senin, 22 Agustus 2022 – Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Ratu

216

Matius 23:13-22

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.

[Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.]

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.

Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. Dan barangsiapa bersumpah demi surga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya.”

***

Kemunafikan terjadi ketika kita berusaha untuk terlihat menjadi apa yang bukan diri kita, misalnya ketika kita mementingkan penampilan yang baik tanpa berusaha untuk menjadi orang baik. Ini merupakan suatu sikap, di mana perkataan tidak sejalan dengan perbuatan. Tidak heran bahwa orang yang munafik kemudian sering diumpamakan sebagai orang bermuka dua. Setiap kemunafikan harus dikutuk dan diperangi. Kita harus ingat bahwa meskipun kita bisa saja membodohi orang lain, kita tidak dapat membodohi Tuhan.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus dikisahkan mengecam keras ahli Taurat dan orang Farisi. Ia tidak segan memanggil mereka sebagai orang-orang munafik. Mengapa demikian? Perlu dicatat bahwa Yesus tidak mengutuk mereka sebagai pribadi. Sebaliknya, Dia mengkritik kemunafikan yang tengah merasuki hidup para pemimpin agama pada zaman itu. Ia menegur mereka karena menganggap diri sebagai kelompok yang terbaik dan yang paling terpelajar. Alih-alih mendorong dan menuntun sesamanya untuk masuk surga, mereka justru “mengunci pintu Kerajaan Surga” karena kepura-puraan dan kemunafikan mereka. Mereka bahkan menggunakan norma-norma agama untuk keuntungan sendiri. Akibatnya, kepemimpinan mereka menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman dan kekudusan orang-orang pada masa itu. Akar dari semua masalah itu adalah kemunafikan. Yesus menemukan kesenjangan antara penampilan dan kenyataan, antara apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan.

Seruan-seruan kritis Yesus itu dapat kita jadikan checklist pemeriksaan batin untuk melihat kehidupan iman kita. Apakah tutur kata dan tingkah laku kita di hadapan sesama sejalan dengan iman yang kita yakini? Apakah kita sungguh-sungguh menghidupi iman kita dalam kata dan perbuatan? Sayangnya, dewasa ini banyak orang menghayati kehidupan keagamaan yang dikomersialkan, tanpa antusiasme dan kemurahan hati, tanpa sukacita dan keterbukaan. Ini adalah kultus kosong yang memuliakan Allah dengan bibir, sementara hati mereka sebenarnya sangat jauh dari-Nya.

Kritik Yesus terhadap orang Farisi dan para ahli Taurat ini adalah juga panggilan yang mendesak kita untuk melepaskan topeng-topeng kita, agar kita menampilkan wajah kita yang sesungguhnya. Jika kita hidup tanpa topeng di hadapan Tuhan dan sesama, wajah kita akan menjadi sumber cahaya dan sumber kedamaian bagi mereka yang bertemu dengan kita. Itu karena wajah kita memancarkan cahaya sebagai buah dari relasi kita yang mesra dengan-Nya.