Tujuan Hidup Kita Adalah Hidup Bersama Allah

Rabu, 8 Juni 2022 – Hari Biasa Pekan X

126

Matius 5:17-19

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.”

***

Yesus bersabda, “Tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.”

Kita pernah mendengar dalam sabda Yesus bahwa hukum yang utama dalam Taurat adalah mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi. Dalam wawasan St. Ignatius, sabda itu dihayati dalam asas dan dasar: Tujuan hidup kita adalah memuji dan memuliakan Allah. David Fleming SJ memaparkan asas dan dasar tersebut dengan indah: “Tujuan hidup kita adalah hidup bersama Allah untuk selamanya. Allah yang mencintai kita memberi kita hidup. Tanggapan kita terhadap cinta memungkinkan hidup Allah sendiri mengalir ke dalam diri kita tanpa batas.”

“Semua benda di dunia ini adalah pemberian Allah, disajikan untuk kita supaya kita dapat mengetahui Allah dengan lebih mudah dan membalas cinta-Nya dengan lebih siap. Maka dari itu, kita harus mensyukuri dan menggunakan semua pemberian Allah ini, sejauh barang itu membantu kita untuk berkembang sebagai pribadi yang penuh cinta. Namun, apabila ada dari antara anugerah itu yang berubah menjadi pusat kehidupan kita, benda-benda tersebut menggeser Allah dan dengan demikian menghalangi pertumbuhan kita untuk mencapai tujuan kita.”

“Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menjaga diri agar selalu seimbang terhadap segala anugerah yang diciptakan, sejauh kita masih mempunyai pilihan dan tidak terikat oleh suatu kewajiban. Kita tidak harus memusatkan keinginan-keinginan kita pada kesehatan atau keadaan sakit, kemakmuran atau kemiskinan, kesuksesan atau kegagalan, kehidupan yang panjang atau yang pendek. Penyebabnya tentu saja adalah karena setiap hal, setiap barang, dan setiap peristiwa mempunyai potensi akan membangkitkan dalam diri kita tanggapan mendalam terhadap kehidupan kita dalam Allah.”

“Satu-satunya keinginan kita haruslah ini: Kita harus menghendaki dan memilih apa yang lebih mengantarkan ke keadaan di mana Allah lebih dalam menanamkan kehidupan-Nya dalam diri kita.”