Markus 10:28-31
Berkatalah Petrus kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!” Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”
***
Dalam Yesus Kristus, ada jaminan untuk hidup kekal. Hidup kekal akan kita raih kalau kita percaya kepada-Nya dan hidup dengan penuh ketaatan sebagai anak-anak Allah. Yesus telah memberi kita teladan ketaatan-Nya kepada kehendak Allah Bapa. Dengan taat, Ia selalu mendengarkan dan melaksanakan perintah-perintah Bapa.
Jalan ketaatan akan memudahkan kita untuk menjadi kudus, sebab Allah memanggil kita kepada kekudusan. Karena itu, sebagai orang beriman, kita secara terus-menerus didorong untuk hidup sebagai pribadi yang taat dan kudus seperti Kristus. Memang dalam diri kita ada hawa nafsu yang tidak jarang merongrong kehidupan kita, namun kita senantiasa dibantu agar tidak dikuasai olehnya. Itu akan terjadi kalau kita menjadikan cara hidup Kristus sebagai panutan, pedoman, dan magnet hidup kita.
Kehilangan kekayaan, kehormatan, jabatan, dan yang lainnya memang berat dan menyedihkan. Kita pun mungkin lalu merasa diri kurang berarti dan kurang dihargai, baik dalam pekerjaan maupun pelayanan. Namun, jika perasaan-perasaan tersebut masih sering muncul, betapa kita dengan mudahnya masih dikuasai oleh kepuasan duniawi. Hal-hal yang hilang tadi memang berguna, namun sebagai orang Katolik, ada hal yang jauh lebih utama, yakni hidup kekal. Segala perbuatan baik yang kita usahakan dan kerjakan adalah sarana, cara, dan alat untuk kehidupan kekal.
Ukuran yang seharusnya kita pakai adalah “kesehatian” dengan Allah. Sehati dengan Allah berarti menyatu dengan-Nya dan dengan kehendak-Nya. Itulah yang paling penting, bukan terpenuhinya kepuasan duniawi. Jaminan hidup kita adalah Yesus yang kita ikuti, bukan kegembiraan duniawi yang kita kejar. Mari kita mohon kebijaksanaan kepada Allah agar dapat mengarahkan hidup kita menuju hidup yang kekal.