Lukas 6:27-38
“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
***
Suatu kali, saya bertanya kepada seorang teman, “Dari semua ajaran Yesus, apa yang untukmu paling sulit dilaksanakan?” Lalu dia menjawab dengan dua kata, “Mengasihi musuh.” Saya rasa apa yang dikatakannya sangat benar. Ajaran Yesus agar kita mengasihi musuh adalah ajaran yang sangat indah, tetapi sangat sulit dilaksanakan.
Kita mungkin ingat kisah pembunuhan seorang gadis, Ade Sara, oleh mantan pacarnya sendiri pada akhir tahun 2014. Hati semua orang tergetar ketika mendengar ibu Ade Sara yang adalah seorang pengikut Kristus memaafkan dengan tulus pembunuh anak semata wayangnya itu sambil mengatakan, “Saya yakin mereka anak yang baik. Hanya, saat itu mereka tidak bisa menguasai sisi jahat dari diri mereka.” Sama sekali tidak ada nada kebencian dalam kata-kata itu, yang ada justru kasih tulus seorang ibu. Apa sebenarnya yang menggerakkan ibu ini sehingga mampu memaafkan orang yang telah melenyapkan nyawa putri tunggalnya dan menghancurkan semua mimpi-mimpinya?
Yesus menyerukan kepada kita agar mengasihi musuh, yakni dengan berbuat baik kepada orang yang membenci kita, berdoa bagi orang yang mencaci kita, memberi pipi yang lain ketika pipi yang satu ditampar, dan memberikan baju kepada orang yang mengambil jubah kita. Artinya, jangan pernah membalas yang jahat dengan yang jahat, tetapi justru balaslah dengan kebaikan.
Dalam kehidupan bersama, kita sadar bahwa kita tidak mungkin bisa selalu menyenangkan hati orang lain atau membuat orang lain selalu menyukai kita. Pasti kita semua pernah menyakiti hati sesama, sehingga kita tidak disenangi atau bahkan dimusuhi. Dalam situasi seperti itu, tentu kita gelisah, menyesal, dan berharap agar kita dimaafkan. Karena itulah Yesus mengatakan agar kita berbuat yang sama kepada orang lain yang menyakiti kita. Perjanjian Lama mengatakan “mata ganti mata”, tetapi Yesus mengajarkan agar kebencian dibalas dengan cinta, agar sikap permusuhan dibalas dengan kasih. Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa kebencian hanya akan memperpanjang permusuhan, tetapi kasih menghidupkan dan mengembangkan cinta.
Mengasihi musuh tidak berarti membiarkan atau bahkan mendukung permusuhan yang mereka tebarkan. Mengasihi musuh berarti menunjukkan perhatian dan keprihatinan pada keselamatan jiwa mereka. Kita tidak menginginkan jiwa mereka binasa, tetapi agar mengalami keselamatan seperti yang kita inginkan terhadap diri kita. Karena itu, dengan seruan untuk mengasihi musuh, Yesus mau mengajarkan kepada kita bagaimana cara hidup berdampingan dengan orang lain. Kita jangan hanya memikirkan keselamatan jiwa kita saja, tetapi harus peduli dan membantu semua orang agar mengalami juga keselamatan yang berasal dari Tuhan. Mengasihi musuh berarti peduli pada keselamatan jiwa sesama.
Semoga kita senantiasa diteguhkan oleh Tuhan untuk mencintai sesama tanpa kecuali, bukan hanya yang mencintai kita saja.