Dilayakkan Menjadi Murid-Nya

Jumat, 18 Februari 2022 – Hari Biasa Pekan VI

130

Markus 8:34 – 9:1

Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”

Kata-Nya lagi kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa.”

***

“Tuhan tidak mengundang kita untuk menikmati kehidupan yang nyaman, tetapi untuk mengikuti Dia di tengah aneka tantangan.” Itulah kiranya makna rohani yang bisa kita ambil melalui bacaan Injil hari ini.

Umumnya undangan dibuat dalam nuansa kegembiraan, yang tentunya semua orang punya waktu untuk menghadirinya. Namun, undangan yang dibuat Yesus berbeda. Yesus mengundang para murid-Nya agar mengikuti Dia pada jalan hidup yang terjal. Disebut terjal karena akan ada banyak derita yang seolah-olah menjadi teman setia dalam perjalanan.

Secara manusiawi, tidak ada seseorang pun yang mau mengalami penderitaan. Hidup sekarang saja sudah penuh dengan derita, mengapa masih harus ditambah lagi dengan penderitaan lain? Penderitaan sebisa mungkin diminimalisasi, alih-alih ditambahi. Karena itu, menerima dan memahami penderitaan memang tidak mudah. Dibutuhkan keahlian tertentu yang bersumber dari sikap batin setiap pribadi. Sikap batin inilah yang nantinya mengarahkan seseorang untuk sampai pada kedewasaan iman. Iman yang dewasa akan membentuk karakter kemuridan, sehingga mampu memaknai apa itu penderitaan sebagai murid Tuhan.

Dalam mengikuti Yesus dengan aneka konsekuensi penderitaan yang harus dihadapi, yang menjadi musuh terbesar kiranya adalah godaan berwujud ketahanan diri. Menyangkal diri dan memikul salib merupakan pekerjaan berat jika kita lakukan tanpa iman. Kecenderungan duniawi mengajarkan bahwa setiap orang harus mengalami kebahagiaan, sehingga dukacita atau derita sedapat mungkin harus dihindari. Hal itu bertolak belakang dengan kebahagiaan yang diajarkan Yesus. Yang membedakan adalah soal kualitas kebahagiaannya. Yesus mengajarkan kebahagiaan kekal, meski karena imannya, seseorang harus mengalami penderitaan dalam hidup.

Upah sebagai murid Tuhan mungkin tidak langsung akan dirasakan dalam kehidupan sekarang ini, sebab jaminan atas hidup kekallah yang menjadi orientasinya. Mari kita menyemangati diri agar berani menjadi laskar Kristus secara lebih gigih; bertahan dalam aneka penderitaan yang dihadapi agar kita dilayakkan menjadi murid-Nya.