Markus 4:26-34
Lalu kata Yesus: “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.”
Kata-Nya lagi: “Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”
Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.
***
Beberapa waktu yang lalu, saya dan beberapa teman sempat bereksperimen dengan hidroponik. Kami mencoba menanam berbagai jenis sayur dengan metode hidroponik, juga organik (menggunakan tanah). Selama satu bulan, kami bekerja keras merawat sayur-sayuran tersebut. Sungguh menggembirakan, akhirnya kami bisa panen dan menikmati hasil kerja keras kami. Yang menakjubkan adalah bagaimana benih yang begitu kecil kemudian bertumbuh dan menghasilkan sayur yang menyegarkan.
Benih tidak bisa dipaksa untuk bertumbuh, hanya perlu ditunggu dengan penuh kesabaran. Pada saatnya benih akan menghadirkan tunas baru, tetapi kita tidak tahu kapan hal itu akan terjadi. Memaksa benih untuk bertumbuh adalah tanda arogansi dan kepongahan.
Kehidupan juga menyerupai benih, di mana pada saatnya hal-hal baru akan muncul dengan sendirinya. Ketika seorang anak belajar, kita tidak bisa memaksa agar dia segera bisa. Kemampuan anak akan muncul dengan sendirinya seiring dengan ketekunan dan usaha yang dilakukannya. Perubahan dalam diri manusia juga muncul secara perlahan-lahan. Rekonsiliasi tidak bisa dipaksakan. Hati yang lembut akan muncul seiring dengan berjalannya waktu, ketekunan untuk melatih diri, dan kesabaran untuk memohon rahmat Tuhan.
Bukankah Tuhan senantiasa sabar terhadap manusia? Kalau Tuhan tidak sabar, saya yakin Ia pasti sudah muak melihat tingkah laku manusia yang semakin hari kelihatannya semakin memalukan. Kesabaran Tuhan menunjukkan kepercayaan pada potensi baik dalam diri manusia, potensi untuk membawa pertobatan dan perubahan.
Marilah kita menjadikan tahun 2022 sebagai tahun kesabaran. Bapak bersabar pada ibu; ibu bersabar pada bapak. Orang tua bersabar pada anak; anak pun bersabar pada orang tua. Kita saling bersabar satu sama lain sembari tetap berjuang mengusahakan yang baik. Kita mohon rahmat kesabaran agar hidup kita tidak diisi kekecewaan dan kepahitan, namun pengharapan dan kegembiraan.