Lukas 7:19-23
Ia memanggil dua orang dari antaranya dan menyuruh mereka bertanya kepada Tuhan: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” Ketika kedua orang itu sampai kepada Yesus, mereka berkata: “Yohanes Pembaptis menyuruh kami bertanya kepada-Mu: Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” Pada saat itu Yesus menyembuhkan banyak orang dari segala penyakit dan penderitaan dan dari roh-roh jahat, dan Ia mengaruniakan penglihatan kepada banyak orang buta. Dan Yesus menjawab mereka: “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”
***
Satu bulan yang lalu, saya melakukan kunjungan di Paroki Air Upas, Keuskupan Ketapang, Kalimantan Barat. Di sana saya berjumpa dengan seorang bapak yang berbagi cerita tentang dua kata, yaitu “cukup” dan “syukur”. Bapak ini berkisah bahwa dulu ia adalah orang yang sukses di Surabaya, yakni seorang notaris dengan penghasilan yang besar. Suatu ketika, ia jatuh dari lantai tiga suatu gedung hingga sekarat. Namun, ia akhirnya bisa pulih, dan hal inilah yang membuat dia berpikir tentang makna kehidupan. Ia pun mengatakan kepada saya bahwa dalam hidup ini, kita harus bisa mengatakan “cukup” dan “syukur”. Dua kata itu sangat dibutuhkan dalam rangka memaknai diri dan hidup.
Mampu merasa cukup dan mampu bersyukur akan membuat kita menjadi pribadi yang bisa melihat berbagai peristiwa dengan sudut yang positif. Ini akan membuat hidup kita menjadi lebih tertata. Ini juga akan mengarahkan diri kita untuk melangkah dengan rasa cinta dan syukur atas rahmat Tuhan.
Hari ini, Yohanes mengutus dua orang muridnya untuk menjumpai Yesus guna menanyakan apakah Dia adalah sosok yang kedatangan-Nya dinanti-nantikan oleh umat Allah. Yesus lalu mengajak mereka untuk melihat hal-hal yang dilakukan-Nya dan mengambil keputusan sendiri. Dengan mata kepala sendiri, dua orang itu kemudian melihat pekerjaan-pekerjaan besar yang telah dilakukan Yesus.
Masa Adven adalah juga masa di mana kita diajak untuk mengingat kembali segala rahmat Tuhan kepada kita. Kita diajak untuk “menuliskan” kembali pengalaman cinta Tuhan kepada diri kita. Pengalaman itu mengajak kita untuk melihat kemungkinan bahwa waktu yang kita miliki sesungguhnya ada waktunya Tuhan: Ia menemani, merencanakan, dan menghendaki kita berproses.
Masa Adven adalah masa penantian, di mana kita diajak untuk berserah pada kehendak Tuhan. Mari kita bertanya pada diri kita masing-masing: Maukah kita sungguh berserah pada Tuhan?