Relasi Persatuan

Minggu, 3 Oktober 2021 – Hari Minggu Biasa XXVII

85

Markus 10:2-16

Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina.”

Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.

***

Tidak ada yang lebih indah selain persatuan; tidak ada yang lebih membahagiakan selain adanya kesatuan; tidak ada yang lebih sempurna selain keanekaragaman yang disatukan oleh visi yang sama. Persatuan menjadi topik yang sering dibicarakan oleh kita sebagai bangsa Indonesia, sekaligus merupakan pekerjaan yang tidak ada habisnya bagi kita sebagai bangsa yang memiliki banyak budaya, bahasa, agama, dan ras. Namun, persatuan sungguh diperlukan oleh kita semua, tidak hanya dalam hal kehidupan berbangsa, tetapi juga dalam kelompok, komunitas, dan keluarga. Ini selaras dengan yang dikehendaki Tuhan bagi kehidupan manusia.

Persatuan yang dikehendaki Tuhan kita dengarkan dalam bacaan Injil hari ini. Dalam kehidupan berkeluarga, Yesus menghendaki persatuan, bukan perceraian. Setiap manusia yang bersama telah disatukan oleh Allah. Apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia. Selain itu, Yesus mengharapkan agar setiap orang datang dan bersatu dengan-Nya seperti anak-anak yang dibawa kepada-Nya. Oleh sebab itu, tidak seorang pun diperkenankan memisahkan atau menjaga jarak dalam relasi dengan Yesus.

Tuhan menghendaki persatuan dalam rupa relasi dengan-Nya dan antarsesama manusia. Orang yang mampu menjalin persatuan tersebut akan menjadi pemilik Kerajaan Allah. Inilah ganjaran bagi kita yang mampu menjaga relasi persatuan itu. Persatuan dimulai dari relasi yang paling kecil, yaitu sebagai keluarga. Inilah bentuk persatuan yang paling konkret dan nyata dalam kehidupan kita. Kita semua pasti berasal dari keluarga. Tidak ada orang yang tidak berasal dari dua pribadi yang disatukan Allah.

Dalam relasi persatuan itu, cinta menjadi daya ikat yang paling kuat. Tanpa cinta, persatuan tidak mungkin tercapai. Siapa saja yang menghendaki persatuan, dia harus memiliki cinta. Dalam relasi persatuan keluarga, cinta menjadi dasar bagi pribadi-pribadi yang saling mencintai. Demikian juga dalam relasi persatuan dengan Allah. Cinta akan Allah mendorong kita untuk datang kepada-Nya. Anak-anak mau datang kepada Yesus karena mereka mencintai-Nya. Oleh sebab itu, Yesus melarang orang menghalangi anak-anak yang ingin datang kepada-Nya.

Saat kita berusaha menghidupi dan mewujudkan persatuan, kita belajar untuk mencintai. Kita menumbuhkan cinta dalam hati kita dan mengekspresikan cinta itu dalam relasi persatuan. Secara konkret, hal itu kita hidupi dengan sesama; secara rohani, kita hidupi dalam relasi yang mendalam dengan Allah. Mari kita mencintai Allah sebagaimana kita mencintai sesama, dan sebaliknya, mari kita mencintai sesama sebagaimana kita mencintai Allah. Dengan demikian, kita melakukan apa yang dikehendaki Allah, yaitu persatuan dengan diri-Nya dan sesama kita.