Lukas 9:43b-45
Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.
***
Sangat manusiawi jika kita sering kali terpesona dengan hal-hal yang “wah”. Keterpesonaan ini bahkan kadang-kadang sampai menutupi sisi-sisi lain yang bertentangan, meskipun itu sesungguhnya merupakan sesuatu yang riil. Misalnya, ketika terpesona dengan wibawa seorang pemimpin, kita lupa bahwa orang itu juga memiliki sisi-sisi lemah dalam kepemimpinannya. Ketika melihat orang yang selalu gembira, kita lupa bahwa dia mungkin mempunyai sisi-sisi yang memilukan dalam hidupnya.
Yesus sangat menyadari kecenderungan itu dalam diri para murid dan para pendengar-Nya. Bacaan Injil hari ini mengisahkan bahwa orang banyak terpesona dengan apa yang dilakukan Yesus. Dalam perikop sebelumnya (Luk. 9:37-43a), Yesus dikatakan mengusir roh jahat dari seorang anak yang sakit, sehingga anak itu pun sembuh. Orang-orang takjub dengan mukjizat itu, sebab Yesus mampu membuat setan takluk kepada-Nya. Para murid pasti juga merasa kagum. Mereka mungkin lalu membayangkan bahwa tidak lama lagi Yesus akan menjadi raja dan mereka akan menjadi para pejabat di sekitar-Nya.
Karena itu, sebelum para murid hanyut dalam pengharapan yang keliru, Yesus segera menyadarkan mereka dengan menyampaikan realitas yang akan mereka hadapi: Jalan mereka adalah penderitaan dan salib. Ia berkata, “Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”
Kehidupan para pengikut Kristus adalah seperti kehidupan Kristus sendiri. Yesus adalah Putra Allah, tetapi Dia rela turun menjadi manusia. Dia adalah manusia tanpa dosa, tetapi rela dihukum seperti pendosa berat. Dia adalah Raja yang seharusnya bermahkota dan duduk di atas takhta, tetapi Dia ditakhtakan di kayu salib dengan duri sebagai mahkota. Dia adalah Putra Allah yang memiliki kehidupan abadi, tetapi rela mati dan dimakamkan sebagai manusia. Jalan Yesus adalah jalan kerendahan hati. Ia merendahkan diri sehabis-habisnya demi keselamatan manusia.
Jika demikian, kita pun harus seperti Dia. Pencapaian tertinggi seorang pengikut Kristus adalah menapaki jalan salib seperti sang Guru. Jangan pernah membayangkan bahwa menjadi Katolik berarti memperoleh kehidupan dengan harta berlimpah, memperoleh kedudukan di tengah masyarakat, atau mengalami kehidupan tanpa tantangan. Kehidupan seorang Katolik adalah kehidupan salib. Seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri, para pengikut-Nya harus berani menyangkal diri dan memikul salib. Marilah kita memohon kekuatan dari Tuhan, agar kita senantiasa mampu memanggul salib dengan penuh sukacita.