Memperbarui Penghayatan Hidup

Sabtu, 4 September 2021 – Hari Biasa Pekan XXII

98

Lukas 6:1-5

Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

***

Paulus hari ini melanjutkan nasihatnya kepada jemaat di Kolose tentang keunggulan dan keutamaan Kristus (bacaan pertama, Kol. 1:21-23). Jemaat harus tahu dan memahami bahwa Kristuslah yang membawa mereka kembali ke jalan yang benar, kembali ke jalan Allah melalui kematian-Nya. Bertolak dari situ, Paulus mengajak jemaat untuk bertobat, hidup secara benar dengan setia, bertekun dalam iman, dan tetap menaruh pengharapan yang kokoh pada Injil yang diwartakan olehnya.

Sementara itu, bacaan Injil berkisah tentang orang Farisi yang mempertanyakan mengapa murid-murid Yesus memetik gandum pada hari Sabat. Bagi mereka, orang tidak boleh melakukan pekerjaan apa pun pada hari Sabat, sebab hari itu diistimewakan bagi Tuhan, hari untuk beristirahat. Menanggapi hal tersebut, Yesus kembali menunjukkan kuasa dan otoritas-Nya untuk memperbarui cara penghayatan hukum Taurat yang formal, kaku, ekstrem, dan lahiriah semata-mata, yang tidak memberi toleransi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang lebih hakiki dan mendesak.

Yesus menegaskan bahwa, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Bagi-Nya, hari Sabat tidak boleh diagungkan atau dikultuskan secara berlebihan, sampai-sampai tidak memedulikan nilai-nilai hakiki lain yang jauh lebih fundamental untuk diperhatikan. Jika demikian penghayatannya, orang kehilangan arah yang sesungguhnya dari pelaksanaan hukum tersebut. Mereka terjebak dalam tindakan hukum demi hukum itu sendiri, melupakan bahwa hukum bertujuan untuk melindungi kemanusiaan dan nilai-nilai hakiki lainnya yang berasal dari Allah.

Dengan demikian, kedua bacaan hari ini mengingatkan kita untuk belajar beradaptasi dan tidak kaku. Hendaknya kita dalam melaksanakan segala sesuatu tidak bersikap legalistik, tetapi senantiasa bersikap peduli dan toleran, serta memperhatikan nilai-nilai yang hakiki. Orang akan menjadi dewasa, bijak, dan matang kalau berani mengevaluasi diri sendiri, melihat kembali apa yang ia jalani setiap hari, dan berusaha memperbaiki apa yang sekiranya masih belum sempurna.