Ketika Tuhan Tidak Memberi Kita Titik, tetapi Koma

Sabtu, 24 Juli 2021 – Hari Biasa Pekan XVI

233

Matius 13:24-30

Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu? Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”

***

Terkadang orang mudah sekali menilai orang lain dari penampilannya, dari caranya bicara, dari gayanya berjalan, dan juga dari latar belakang masa lalunya. Penilaian ini kerap kali bertahan lama dalam hati, pikiran, dan ingatan seseorang, sehingga pada akhirnya berkembang menjadi “cap” atau “label” pada orang lain. Cap membuat orang berhenti dan sulit untuk mengubah persepsi pada orang lain. Cap juga membuat orang sulit melihat perubahan dalam diri orang lain. Bagi orang yang diberi cap, ia akan menjadi rendah diri karena merasa selalu tidak dipercaya. Cap juga akan membuatnya mudah menyerah dan enggan untuk berubah. Penilaian, cap, atau pelabelan membuat “titik” pada seseorang, bukan “koma”.

Bacaan Injil hari ini mengisahkan seorang hamba yang meminta tuannya untuk segera memerintahkan agar lalang yang tumbuh di antara tanaman gandum segera dicabut. Namun, sang tuan menolak hal itu dengan berkata, “Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.”

Tuhan memberi waktu dan kesempatan. Tuhan tidak tergesa-gesa untuk mencabut, sebab Ia memberi koma bukan titik. Orang berdosa diberi-Nya kesempatan untuk bertobat; orang yang pemarah diberinya waktu untuk berpasrah dan berserah; orang yang membenci diberi-Nya peluang untuk bisa mencintai.

Saudara-saudari yang terkasih, Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih. Ia pengampun dan pemurah. Ia mendatangi mereka yang sakit yang memerlukan tabib. Ia menyapa dan mengunjungi mereka yang berdosa agar terbuka pada kasih-Nya. Ia memberi kita semua kesempatan. Karena itu, ada dua hal yang bisa kita renungkan.

Pertama, marilah kita berusaha untuk tidak mudah menghakimi orang lain, apalagi berlagak menentukan takdir bagi hidupnya. Marilah kita belajar agar bisa mempunyai hati seperti hati Allah yang mudah untuk mengampuni dan terbuka pada proses perubahan menuju kebaikan.

Kedua, semoga kita juga tidak mudah menyerah, membuat titik dalam hidup kita, padahal Tuhan masih memberi kita koma atau kesempatan. Mari kita terus membangun pengharapan dalam setiap kesempatan yang diberikan Tuhan kepada kita. Ketika Tuhan tidak memberi kita titik, tetapi koma, semoga kita selalu mampu menggunakan dan mempertanggungjawabkan kesempatan yang diberikan oleh-Nya itu.