Matius 5:43-48
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”
***
Tidaklah cukup bagi kita untuk tidak membalas dendam. Yesus melangkah lebih jauh dan menuntut kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Ini merupakan tuntutan yang sangat ekstrem. Kalau musuh saja dikasihi, apakah masih ada yang tersisa untuk tidak dikasihi? Kasih yang seperti ini bukan hanya tentang perasaan, melainkan sebuah sikap dasar atas pikiran dan kehendak yang diungkapkan dalam tindakan kebaikan. Kita bisa mengingat kembali pada perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, di mana orang asing itu memberikan pelayanan penuh kasih kepada seorang Yahudi yang terluka parah di pinggir jalan, padahal sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang Yahudi dianggap oleh kebanyakan orang Samaria sebagai musuh, sehingga biasanya dibenci dan dihindari.
Kasih tanpa syarat yang dinyatakan oleh Yesus akan menuntun kita untuk benar-benar berdoa bagi musuh-musuh kita, sebagaimana Yesus mendoakan pengampunan bagi mereka yang bertanggung jawab atas penyaliban-Nya. Kita memiliki kecenderungan manusiawi untuk melakukan niat baik kita terbatas pada orang yang dekat, yang akrab, yang kepadanya kita memiliki perasaan hangat dan sayang. Namun, kasih yang seperti ini adalah kasih yang biasa. Yesus menghendaki supaya sahabat-sahabat-Nya menyebarkan kasih yang luar biasa, kasih yang ditujukan tidak hanya kepada sesama yang secara alami akan mereka dekati.
Inilah tantangan kita, yaitu untuk menjadi saksi tentang Allah yang kasih-Nya menjangkau semua orang. Allah “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar”. Dengan kuasa Roh Kudus yang tinggal di antara kita dan di dalam diri kita, cita-cita ini bukanlah hal yang mustahil.