Apakah Engkau Mengasihi Aku?

Jumat, 21 Mei 2021 – Hari Biasa Pekan VII Paskah

387

Yohanes 21:15-19

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.”

***

Tiga kali Yesus mengajukan pertanyaan yang sama kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” dan tiga kali pula Petrus menjawab, “Aku mengasihi Engkau.” Mengapa Yesus mengajukan pertanyaan yang sama sampai tiga kali kepada Petrus? Bukankah tanpa jawaban dari Petrus pun Yesus sudah tahu segalanya?

Pertanyaan tersebut adalah ajakan kepada Petrus untuk melihat kembali seberapa besar kasihnya terhadap Yesus. Yesus membutuhkan jawaban yang sungguh lahir dari hati Petrus yang terdalam, yang akan menyingkap apa makna Yesus bagi dirinya. Tiga kali melambangkan pemurnian yang dialami Petrus. Demikianlah kasih harus selalu dimurnikan sampai sungguh-sungguh lahir dari hati yang terdalam, yakni hati yang dipenuhi oleh kasih itu sendiri.

Pribadi yang mengasihi bukan berarti pribadi yang tidak memiliki kelemahan. Kita belajar dari kasih Petrus kepada sang Guru. Ada tahap di mana Petrus sungguh jatuh dalam penyangkalan. Tiga kali menyatakan bahwa ia mengasihi Yesus, tiga kali pula Petrus telah menyangkal Yesus. Namun, kasih melampaui semua kelemahan manusia. Pernyataan Petrus akan kasihnya terhadap Yesus adalah juga pernyataan kesiapsediaan untuk menjadi pewarta kasih Yesus yang tangguh.

Pertanyaan yang sama juga diajukan Tuhan kepada kita, sebab kita menyebut diri sebagai pengikut-pengikut-Nya. Kiranya pertanyaan itu terus bergema dalam batin kita. Saat kita kuat dan bahagia, menjawab “ya” akan terasa mudah, sebab kita tengah merasakan kasih dan kebaikan-Nya. Namun, saat badai pencobaan menghadang hidup kita, apakah kita masih mampu mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan?

Jika kita sadari dengan mata iman, sesungguhnya justru pada saat-saat sulit, Tuhan semakin membuka diri agar kita datang kepada-Nya. Kasih Tuhan itu sempurna dan tidak terbatas. Meski tahu betapa lemah dan berdosanya kita, Ia tidak pernah berhenti memberikan berkat. Sama halnya dengan perjalanan iman Petrus. Meski menyangkal Yesus, kasih Yesus terhadapnya tidak berubah. Yesus justru mendatangi Petrus agar murid-Nya ini semakin yakin akan kekuatan kasih.

Dari Petrus kita belajar untuk berani memperbarui diri, yakni bangkit dari semua kelemahan dan dosa-dosa kita. Dari Petrus pula kita belajar berkomitmen untuk selalu mengarahkan hidup kepada Tuhan. Dengan ini, tantangan tak lantas menggoyahkan iman kita, tetapi justru menjadi semangat yang terus menggelora, sehingga kita dapat menyatakan kasih Tuhan itu kepada sesama.