Yohanes 14:6-14
Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.”
Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Kata Yesus kepadanya: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.”
***
Yesus menyampaikan identitas diri-Nya kepada para murid. Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Pernyataan ini sangat tegas dan jelas, sehingga tidak bisa ditawar dan tidak boleh diragukan oleh setiap murid-Nya.
Jalan satu-satunya untuk menjadi murid yang sejati adalah percaya akan identitas Yesus tersebut. Percaya berarti menyerahkan diri secara penuh kepada-Nya di tengah berbagai peristiwa dan pergulatan hidup. Dengan bersikap percaya, kita memberi ruang bagi sabda-sabda-Nya, sehingga Roh Kudus menjiwai kehidupan kita setiap hari. Sabda dan kehadiran Yesus sungguh berdaya guna dan memiliki daya ubah dalam kehidupan harian kita.
Lalu, apa tantangannya? Kerap kali pikiran membelenggu iman kita, sehingga kita tidak mampu beriman kepada Yesus secara bebas. Misalnya kalau pikiran kita menuntut bukti kehadiran Yesus, atau menuntut terjadinya perubahan hidup secara seketika. Kita sering lupa bahwa percaya kepada Yesus adalah suatu proses, sehingga perlu waktu, tidak bisa sekali jadi.
Iman kadang dipahami sebagai sarana untuk mengatasi masalah atau untuk menguatkan diri tatkala menghadapi kesulitan. Iman belum sepenuhnya dihayati sebagai sesuatu yang menghidupkan dan mendasari setiap gerak dalam kehidupan ini. Karena iman, setiap rutinitas menjadi lebih bermakna. Iman membuat kita lebih mudah bersyukur, yakni dengan menyingkirkan keluhan-keluhan yang tidak perlu. Karena iman, pada akhirnya kita benar-benar melihat bahwa Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Dalam Yesus, jalan-jalan yang sulit menjadi mudah. Dalam Yesus, ada kebenaran yang tidak tergoyahkan. Dalam Yesus pula, kita menjadi hidup dalam kehidupan yang penuh berkah, berkelimpahan, dan penuh sukacita. Saudara-saudari terkasih, mari kita selalu ingat untuk tidak pernah berhenti atau lelah dalam beriman kepada Yesus.