Bacaan Injil hari ini berkaitan dengan perbuatan baik yang dilakukan Yesus, yakni menggandakan roti untuk memberi makan lima ribu orang. Roti melambangkan kebutuhan dasar sehari-hari yang harus dipenuhi. Ketika Yesus menggandakan roti sehingga mengenyangkan banyak orang, ini menunjukkan betapa Dia mampu memberi pemenuhan atas segala kebutuhan manusia. Dengan itu diharapkan iman akan Yesus semakin diteguhkan, sehingga mereka mau mengikuti-Nya dengan setia.
Namun, tampaknya perbuatan baik Yesus itu tidak dimengerti oleh orang banyak. Harapan Yesus tidak mereka perhatikan, sebab mereka berorientasi pada harapan mereka sendiri. Motivasi mereka mengikuti Yesus bukan karena percaya dan beriman, melainkan karena yakin bahwa mereka pasti mendapatkan kehidupan yang enak dan nyaman. Padahal, mengikuti Yesus berarti harus rela mengalami tantangan dan derita agar mencapai kebangkitan.
Motivasi yang salah dari orang-orang itu patut kita renungkan. Kita pun mungkin seperti mereka. Misalnya saja, banyak umat mau terlibat dalam kegiatan Gereja dan liturgi, tetapi tidak memiliki motivasi murni untuk menjadi murid Tuhan. Persepsi tentang kenyamanan dan orientasi pada diri sendiri masih sering muncul. Kendati sudah merasa memiliki kerelaan hati, kita tetap harus mencermati diri kita sendiri: Apakah dalam melayani, kita sungguh-sungguh sudah melibatkan Tuhan? Ketika hendak melakukan kegiatan atau tugas Gereja, sudahkah kita meluangkan waktu untuk meminta rahmat dari-Nya? Ketika mengalami kesulitan tertentu, apakah kita punya keterbukaan hati untuk meminta bantuan Tuhan? Ataukah kita cenderung melakukan berbagai kegiatan itu dengan nalar manusiawi kita sendiri?
Pekerjaan yang paling diinginkan Tuhan agar kita lakukan adalah percaya kepada Dia yang telah diutus Allah. Percaya berarti tidak pernah merasa ragu atas kemahakuasaan Tuhan. Kepercayaan itu diwujudkan dengan mempunyai habitus memelihara kedekatan personal dengan-Nya, misalnya dalam bentuk waktu hening, jam doa, devosi, adorasi, dan sebagainya. Orang yang percaya kepada Tuhan tidak akan pernah mengatakan, “Tuhan, mengapa Engkau diam?”, tetapi selalu bisa bersyukur atas penyertaan Tuhan kendati ada kesulitan dalam hidupnya. Semoga rahmat kebangkitan dalam Masa Paskah ini memampukan kita untuk memurnikan motivasi mengikuti Tuhan. Kemurnian motivasi dibuktikan dengan kesediaan diri untuk melaksanakan kehendak-Nya kapan pun dan di mana pun.