Kesuksesan Sejati

Rabu, 14 April 2021 – Hari Biasa Pekan II Paskah

79

Yohanes 3:16-21

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.”

***

Kadang-kadang kita berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini: Mengapa orang jahat hidupnya terlihat lebih bahagia? Mengapa mereka hidupnya lebih panjang? Mengapa Tuhan tidak membinasakan mereka? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul biasanya dari orang yang merasa dirinya beriman tetapi hidupnya serba kesulitan, atau dari orang yang rajin berdoa tetapi apa yang diharapkannya tidak terkabulkan. Ketika saya melayani di suatu paroki, saya berjumpa dengan sebuah kelompok yang meyakini bahwa jika orang beriman kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, hidupnya pasti akan sukses. Moto mereka adalah: “Yakin Hidup Itu Sukses”.

Saya amini keyakinan kelompok tersebut. Kita akan sukses bila beriman kepada Yesus Kristus. Namun, berbeda dengan mereka, kesuksesan yang saya maksud adalah kepenuhan hidup bersama Allah pada akhir zaman. Sementara itu, kesuksesan yang dimaksud oleh kelompok tersebut adalah kesuksesan hidup di dunia. 

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengatakan betapa Allah sangat mengasihi kita. Kasih Allah kepada kita adalah yang terbesar dari segala kasih, sebab Ia sampai memberikan Putra tunggal-Nya kepada kita. Dengan tegas dikatakan bahwa tujuan dari kasih Allah itu adalah agar kita memperoleh hidup yang kekal. Allah mengutus Putra tunggal-Nya ke dunia untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan akibat dosa. Oleh karena itu, percaya kepada Putra, yang adalah sang Terang sejati, akan membawa kita kepada Allah Bapa. Sebaliknya, jika kita memilih kegelapan atau dosa, kita akan dibawa kepada kebinasaan yang kekal.

Mengapa kejahatan lebih menarik? Mengapa perbuatan kegelapan seakan-akan lebih menyenangkan? Mengapa dosa seakan lebih memberikan kenyamanan? Jawabannya karena banyak orang berpikir bahwa hidup adalah tentang keberadaan di dunia ini saja. Iman akan kebangkitan tidak tertanam kuat dalam hati mereka. Akibatnya, mereka terbawa oleh keinginan manusiawi dan menyangkal kehendak Roh.

Tujuan Yesus mati di kayu salib bukan agar kita memperoleh kesuksesan duniawi. Alih-alih itu, Dia mati dan dibangkitkan agar kita memiliki hidup yang kekal. Itulah maksud dan tujuan dari kasih Allah.