Yohanes 3:1-8
Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.” Yesus menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Kata Nikodemus kepada-Nya: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”
***
“Berapa kali kita dilahirkan?” tanya seorang teman dalam sebuah perayaan ulang tahun. Beberapa orang menjawab satu kali, sebagian yang lain mengatakan berkali-kali bahkan setiap hari. Namun, menurut teman yang memberikan pertanyaan tersebut, kita sebagai orang Katolik dilahirkan tiga kali. Kelahiran pertama adalah saat kita dilahirkan oleh ibu kita ke dunia; kelahiran kedua adalah saat kita dibaptis; sedangkan kelahiran ketiga adalah saat kita dilahirkan oleh kematian ke dalam hidup baru bersama Allah. Mengapa baptisan disebut sebagai kelahiran?
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus berbicara tentang kelahiran kembali dengan Nikodemus. Ia berkata, “Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Lebih jauh Yesus menegaskan kepada Nikodemus bahwa kedagingan manusia tidak akan menyelamatkan mereka, tetapi Rohlah yang akan menyelamatkan. Kedagingan yang dimaksudkan di sini adalah kedosaan dan kelemahan manusiawi kita.
Dalam kedosaan dan kelemahan manusiawi, kita tidak bisa mengenali Allah. Hanya melalui Kristus yang menjelma menjadi manusia, kita bisa mengenali Allah dan memiliki akses pada kehidupan baru. Dengan menjelma menjadi manusia, Kristus telah mengambil kedagingan kita dan menghancurkan dosa. Hal inilah yang terjadi di dalam pembaptisan. Ketika dibaptis, kita dicurahi air sebagai lambang kematian kedagingan kita. Kita kemudian hidup sebagai manusia baru. Dosa-dosa kita dihancurkan dan kita diselimuti oleh Roh Kudus. Saat itu, kita dilahirkan kembali sebagai anak-anak dan ahli waris Allah Bapa, serta saudara-saudari Yesus.
Apakah kita merayakan ulang tahun kelahiran kedua itu? Ya, meskipun banyak dari kita mungkin tidak menyadarinya. Setiap tahun, dalam perayaan Malam Paskah dan Minggu Paskah, kita diajak untuk memperbarui janji baptis sambil memegang lilin yang menyala. Api lilin tersebut diambil dari lilin Paskah, lambang Kristus sebagai terang dunia. Dalam perayaan ini, kita diingatkan kembali akan jati diri kita sebagai anak-anak Allah. Kita yang telah dibaptis harus hidup sebagaimana Allah bertindak. Kita harus tetap menjaga terang Kristus agar tetap menyala dalam hidup harian kita.
Paus Fransiskus mengingatkan bagaimana kita harus menghidupi baptisan. Ia menegaskan, “Jangan menghakimi atau memaksakan kehendak, tetapi hiduplah sebagai tetangga yang baik, yang memiliki empati dan yang selalu membagikan kasih Allah bagi sesama.” Sudahkah kita berbuat demikian?