Matius 26:14-25
Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.
Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Jawab Yesus: “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah.
Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?” Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya: “Engkau telah mengatakannya.”
***
“Bukan aku, ya Tuhan?” Ungkapan ini disampaikan oleh para murid ketika Yesus berkata bahwa di antara mereka ada seorang yang akan mengkhianati-Nya. Kita ketahui kemudian bahwa orang itu ternyata adalah Yudas. Dalam refleksi menjelang Tri Hari Suci, saya ingin mengajak kita semua untuk merenungkan ungkapan tersebut, “Bukan aku, ya Tuhan?”
Meski Yudas bertanggung jawab atas pengkhianatannya terhadap Yesus, saya tidak ingin menghakimi Yudas. Saya ingin kita masing-masing mengucapkan sendiri perkataan tersebut, “Bukan aku, ya Tuhan?” Bayangkan berbagai peristiwa yang kita alami akhir-akhir ini: Pandemi Covid-19, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan berbagai peristiwa lain. Tuhan memandang dengan sedih keadaan dunia, lalu memandang kita, dan kita menjawab, “Bukan aku, ya Tuhan?”
Ketika saya mengucapkan kalimat tersebut, saya malu. Rasanya saya “cuci tangan” atas segala keadaan dunia yang rusak dan berantakan. Meskipun bukan saya yang menyebabkan munculnya virus corona, sudahkah saya memperhatikan protokol kesehatan agar saya menjaga diri saya sendiri dan orang-orang di sekitar saya? Sudahkah saya berperan aktif untuk mengurangi risiko penularan Covid-19?
Kita tidak bisa berkata, “Bukan aku, ya Tuhan?”, sebab kita harus bertanggung jawab atas berbagai hal yang terjadi di sekitar kita. Kita tidak bisa “cuci tangan” seolah-olah kita tidak terlibat, seolah-olah kita bersih. Mengembangkan sikap tanggung jawab hendaknya menjadi keutamaan yang perlu kita sadari dan kita usahakan.
Bertanggung jawab berarti mau repot dan bersedia turun tangan. Yesus ingin kita menjadi pribadi-pribadi yang bertanggung jawab. Kita tidak perlu berkata “Bukan aku, ya Tuhan?” Sebaliknya, baiklah kita tanggap untuk membantu Tuhan dalam menghadirkan kebaikan di sekitar kita.